Selamat Datang di Blog Desli Hefrina...Semoga Blog ini jadi Ajang Silaturrahim kita...Aku Bangga jadi Bagian kamu semua
Jumat, 20 April 2012
Bahan Ajar SEJARAH INDONESIA
Bahan Ajar KD 1
Peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945
dan
Pembentukan Pemerintah Indonesia
Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia / BPUPKI ( Dokuritsu Junbi
Cosakai atau dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) adalah sebuah
badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun
Kaisar Hirohito. Badan ini
dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan
menjanjikan bahwa Jepang akan
membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI
beranggotakan 63 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan R.P. Soeroso.
Adapun latar
belakang pembentukan BPUPKI secara formil, termuat dalam Maklumat Gunseikan
nomor 23 tanggal 29 Mei 1945, dilihat dari latar belakang dikeluarnya Maklumat
No. 23 itu adalah karena kedudukan Facisme (kekuasaan) Jepang yang sudah sangat
terancam. Maka sebenarnya, kebijaksanaan Pemerintah Jepang dengan membentuk
BPUPKI bukan merupakan kebaikan hati yang murni tetapi Jepang hanya ingin
mementingkan dirinya sendiri, yaitu pertama; Jepang ingin mempertahankan
sisa-sisa kekuatannya dengan cara memikat hati rakyat Indonesia, dan yang
kedua; untuk melaksanakan politik kolonialnya.
Pada tahun
1944 Saipan jatuh ke tangan sekutu.dengan pasukan Jepang di Papua Nugini
Kepulauan Solomon,dan Kepulauan Marshall yang berhasil di pukul mundur oleh
pasukan Sekutu. Dalam situasi kritis tersebut,pada tanggal 1 maret 1945 Letnan Jendral Kumakici Harada , pimpinan pemerintah
pendudukan jepang di jawa , mengumumkan pembentukan badan penyelidik
Usaha-usaha persiapan kemerdekan INDONESIA (Dokuritsu Junbi Cosakai) . pengangkatan
pengurus ini di umumkan pada tanggal 29 april 1945 .
dr.Radjiman
Wediodiningrat diangkat sebagai (Kaico), sedangkan yang duduk sebagai ketua
muda (fuku kico) pertama di jabat oleh seorang jepang , Shucokai cirebon yang
bernama Icibangase . R .P .Suroso diangkat sebagai kepala sekertariat dengan di
bantu oleh Toyohiti Masuda dan Mr. A. G . Pringodigdo pada tanggal 28 mei 1945
dilangsungkan upacara peresmian badan penyelidik Usaha-Usaha persiapan
kemerdekaan bertempat di gedung Cuo sangi in, jalan pejambon (Sekarang
GedungDepartemen Luar negri) , Jakarta. Upacara peresmian itu dihadiri pula
oleh dua pejabat jepang yaitu jendral Itagaki (panglima tentara ke tujuh yang
bermarkas di singapura) dan letnan jendral Nagano (panglima tentara Keenam
belas yang baru ). Pada kesempatan itu di kibarkan bendera jepang ,Hinomaru
oleh Mr.A.G. pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera merah putih
oleh toyohiko Masuda.
Rapat
Pertama BPUPKI
Rapat pertama diadakan di gedung Chuo Sangi In
di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila.
Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad, lembaga
DPR pada jaman kolonial Belanda.
Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan
dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Pada rapat
pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara.
- peri kebangsaan
- peri ke Tuhanan
- kesejahteraan rakyat
- peri kemanusiaan
- peri kerakyatan
- persatuan
- mufakat dan demokrasi
- keadilan sosial
- kekeluargaan
- musyawarah
- Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme Dan Peri Kemanusiaan
- Mufakat Atau Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan Yang Maha Esa
Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau bilamana
diperlukan dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:
a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan yang berkebudayaan
a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan yang berkebudayaan
Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di
atas bila diperas kembali disebutnya sebagai Ekasila yaitu merupakan sila
gotong royong merupakan upaya Soekarno dalam
menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan. Selanjutnya lima
asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila, Sementara
itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai
penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.
Masa antara Rapat Pertama dan Kedua
Sampai akhir rapat pertama, masih belum ditemukan
kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia
kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan
dikenal pula sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:
- Ir. Soekarno (ketua)
- Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
- Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
- Mr. Muhammad Yamin (anggota)
- KH. Wachid Hasyim (anggota)
- Abdul Kahar Muzakir (anggota)
- Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
- H. Agus Salim (anggota)
- Mr. A.A. Maramis (anggota)
Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum
kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945
Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang
dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:
1. Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rapat Kedua
Rapat kedua berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema
bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang
Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam
rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang
dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno
Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.
Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah
Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya,
Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia
kecil beranggotakan 7 orang yaitu:
- Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
- Mr. Wongsonegoro
- Mr. Achmad Soebardjo
- Mr. A.A. Maramis
- Mr. R.P. Singgih
- H. Agus Salim
- Dr. Soekiman
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD
mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD
tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima
laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan
tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu:
a. pernyataan
Indonesia merdeka
b. pembukaan
UUD
c. batang tubuh UUD
PEMBENTUKAN PPKI
Pada tanggal 7 agustus 1945 BPUPKI di bubarkan sebagai
penggantinya pemerintah pendudukan jepang membentuk PPKI .Ir. soekarno untuk
sebagai ketua PPKI dan Drs. Muh. Hatta ditunjuk sebagai wikil ketuanya ,
sedangkan Mr.Ahmad Soerbadjo ditunjuk sebagai penasehatnya .
Pada tanggal
7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu
Junbi Inkai) dengan anggota berjumlah 21 orang sebagai upaya pencerminan
perwakilan etnis, terdiri berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari
Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa
Tenggara, 1 orang dari maluku, 1 orang dari Tionghoa.
PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Peristiwa
Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari “penculikan” yang dilakukan oleh
sejumlah pemuda (a.l. Adam Malik
dan Chaerul Saleh dari Menteng 31 terhadap Soekarno dan Hatta.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30. WIB, Soekarno
dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok,
Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan
antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan
proklamasi akan dilaksanakan.
Menghadapi
desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara
itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut
kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena
tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.
Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung
Hatta pada hari Kamis, 16 Agustus 1945
di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong. Karena tidak mendapat berita dari
Jakarta, maka Jusuf Kunto
dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun
sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo
ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur.
Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk
membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah
malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan
harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945
pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks
proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti
Melik menggunakan mesin ketik yang “dipinjam” (tepatnya sebetulnya
diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman,
Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.
PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI
Sebelum mereka mulai merumskan naskah proklamasi . Kalimat pertama dari naskah
proklamasi merupakan saran dari Mr.Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan
BPUPKI , sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran dari Drs .Moh.
Hatta.
PELAKSANAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN
Pimpinan bangsa indonesiia telah berdatangan ke jalan pegang saat Timur.
Adapun susunan acara yang telah dipersiapkan adalah :
1. pembacaan proklamasi
2. pengibaran bendera merah putih
3. sambutan wali kota Soewirjo dan dr.Muwardi
1. pembacaan proklamasi
2. pengibaran bendera merah putih
3. sambutan wali kota Soewirjo dan dr.Muwardi
PENYEBARAN BERITA PROKLAMASI
Berita proklamasi yang sudah meluas di seluruh jakarta
disebarkan keseluruh indonesia. Selain lewat radio, berita proklamasi juga
disiarkan lewat pers dan surat sebaran.
REAKSI
RAKYAT TERHADAP PROKLAMASI KEMERDEKAAN
Reaksi berbagai daerah di indonesia terhadap proklamasi kemerdekaan
Republik indonesia adalah terjadinya perubahan kekuasaan , baik dengan cara
kekerasan maupun dengan cara perundingan .
PEMBENTUKAN
PEMERINTAHAN INDONESIA
Pembentukaan Pelengkapan Negara
A. sidang PPKI tanggal 18 agustus 1945
1. pembahasan dan pengesahaan UUD
2. penmgangkatan presiden dan wakil presiden
3. pembentukan komite nasional
A. sidang PPKI tanggal 18 agustus 1945
1. pembahasan dan pengesahaan UUD
2. penmgangkatan presiden dan wakil presiden
3. pembentukan komite nasional
B. sidang
PPKI tgl 19 agustus 1945
1. pembagia wilayah Indonesia menjadi 8 propinsi beserta Gubernur
2. pembentukan komite Nasionol
3. menetapkan 12 kementrian
1. pembagia wilayah Indonesia menjadi 8 propinsi beserta Gubernur
2. pembentukan komite Nasionol
3. menetapkan 12 kementrian
C. siding PPKI tgl 22 agustus 1945
1. pembentukan komite nasionol
2. pembentukan partai nasional Indonesia
3. pembentukan bsdan keamanan Rakyat (bkr)
1. pembentukan komite nasionol
2. pembentukan partai nasional Indonesia
3. pembentukan bsdan keamanan Rakyat (bkr)
·
kebinet presidensil pertama
·
maklumat
pemerintah no.x tgl 16 oktobor 1945
·
maklumat
pemerintah tanggal 3 november 1945
·
maklumat pemerintah tgl 14 november 1945
KESIMPULAN
- Hakekat Pancasila adalah Dasar Negara. Oleh karena itu, harus diucapkan dengan satu nafas “Pancasila Dasar Negara”.
- Rumusan Otentik Pancasila Dasar Negara adalah rumusan dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
- Badan-badan yang bersangkutan dengan perumusan Pancasila Dasar Negara adalah BPUPKI dan PPKI.
- Kronologi Pancasila Dasar Negara:
1. 28 Mei
1945
: Peresmian BPUPKI dan persidangan pertama BPUPKI
dimulai-pidato Moh. Yamin.
2. 31 Mei
1945
: Pidato Soepomo
3. 1 Juni
1945
: Pidato Soekarno, persidangan pertama selesai.
4. 22 Juni 1945
: Perumusan Piagam Jakarta.
5. 10 s/d 16
Juli 1945 : Persidangan ke-2 BPUPKI tentang
draf UUD 1945
6. 18 Agustus
1945 : Pengesahan UUD
1945.
Tahap-tahap dalam Perumusan Pancasila Dasar Negara :
Individual :
- Muh. Yamin (29 Mei 1945)
- Supomo (31 Mei 1945)
- Soekarno (1 Juni 1945), yaitu Pencetusan nama Pancasila.
Kolektif :
1.
Panitia
Sembilan
(22 Juni 1945)
2.
Sidang II BPUPKI (10-16 Juli 1945)
3.
Sidang
PPKI
(18 Agustus 1945)
Bahan Ajar KD
1.2
Perkembangan Ekonomi-Keuangan dan
Politik pada Masa Awal Kemerdekaan sampai Tahun
1950
·
Menjelaskan
pusat- pusat konflik Indonesia- Belanda di
berbagai daerah
·
Perkembangan
situasi politik dan kenegaraan Indonesia di awal kemerdekaan
·
Konflik
Indonesia-Belanda dalam upaya
mempertahankan kemerdekaan
·
Perbedaan
strategi dan ideologi pada pemerintahan kabinet Syahrir, Amir Syarifuddin, dan
Hatta dalam menghadapi Belanda
·
Perjuangan
diplomasi Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan
·
Konferensi Meja
Bundar dengan lahirnya NKRI serta berkelanjutan konflik Indonesia- Belanda
(Irian Barat)
Kedatangan SEAC (South East
Asia Command) bertanggung jawab atas India,
Burma, Srilanka, Malaya,
Sumatra, Jawa
dan Indocina. SEAC dengan panglima Lord
Mountbatten sebagai Komando Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara bertugas melucuti bala tentera Jepang
dan mengurus pengembalian tawanan perang dan tawanan warga sipil sekutu (Recovered
Allied Prisoners of War and Internees/RAPWI) di Indonesia.
Mendaratnya Belanda diwakili NICA
Berdasarkan Civil
Affairs Agreement, pada 23 Agustus 1945
Inggris bersama tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh. 15 September 1945, tentara Inggris selaku wakil
Sekutu tiba di Jakarta, dengan didampingi Dr. Charles van der Plas,
wakil Belanda pada Sekutu.
Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi NICA
(Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda)
yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J van Mook,
ia dipersiapkan untuk membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio Ratu Wilhelmina tahun 1942
(statkundige concepti atau konsepsi kenegaraan), tetapi ia mengumumkan
bahwa ia tidak akan berbicara dengan Soekarno yang dianggapnya telah bekerja sama
dengan Jepang. Pidato Ratu Wilhemina itu menegaskan bahwa
di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran yang di antara anggotanya
ialah Kerajaan Belanda dan Hindia Belanda, di bawah pimpinan Ratu Belanda.
Pertempuran melawan Sekutu dan NICA
Terdapat berbagai pertempuran
yang terjadi pada saat masuknya Sekutu dan NICA
ke Indonesia, yang saat itu baru menyatakan
kemerdekaannya. Pertempuran yang terjadi di antaranya adalah:
- Peristiwa 10 November, di daerah Surabaya dan sekitarnya.
- Palagan Ambarawa, di daerah Ambarawa, Semarang dan sekitarnya.
- Perjuangan Gerilya Jenderal Soedirman, meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur
- Bandung Lautan Api, di daerah Bandung dan sekitarnya.
Ibukota pindah ke Yogyakarta
Karena
situasi keamanan ibukota Jakarta (Batavia saat itu) yang makin memburuk, maka pada
tanggal 4 Januari 1946,
Soekarno dan Hatta
dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus pula memindahkan ibukota. Meninggalkan Sutan Syahrir dan kelompok yang pro-negosiasi
dengan Belanda di Jakarta.[1]
Pemindahan
ke Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan kereta api, yang disebut dengan singkatan KLB
(Kereta Luar Biasa). Orang lantas berasumsi bahwa rangkaian kereta api yang
digunakan adalah rangkaian yang terdiri dari gerbong-gerbong luar biasa.
Padahal yang luar biasa adalah jadwal perjalanannya, yang diselenggarakan di
luar jadwal yang ada, karena kereta dengan perjalanan luar biasa ini,
mengangkut Presiden beserta Wakil Presiden, dengan keluarga dan staf,
gerbong-gerbongnya dipilihkan yang istimewa, yang disediakan oleh Djawatan
Kereta Api (DKA) untuk VVIP.
Perubahan sistem pemerintahan
Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu
perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil
menjadi parlementer.
Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari
sebelum kedatangan Sekutu,
tanggal 14 November 1945,
Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik
diganti oleh Sutan Sjahrir
yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk
dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai
sosialis di Belanda.
Terjadinya
perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari sistem Presidensiil
menjadi sistem Parlementer)
memungkinkan perundingan antara pihak RI dan Belanda. Dalam pandangan Inggris dan Belanda, Sutan Sjahrir dinilai sebagai seorang moderat,
seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang.
Diplomasi Syahrir
Ketika
Syahrir mengumumkan kabinetnya, 15 November 1945,
Pihak Republik Indonesia memiliki alasan politis untuk mengubah sistem
pemerintahan dari Presidensiil menjadi Parlementer, karena seminggu sebelum
perubahan pemerintahan itu, Den Haag
mengumumkan dasar rencananya. Ir Soekarno menolak hal ini, sebaliknya Sjahrir mengumumkan pada tanggal 4 Desember 1945
bahwa pemerintahnya menerima tawaran ini dengan syarat pengakuan Belanda atas Republik Indonesia.
Perjanjian Linggarjati
Bulan
Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan
menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa
dan membantu Van Mook dalam perundingan baru dengan wakil-wakil
republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan di bulan Oktober dan
November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus Inggris, Lord Killearn. Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah mengalami tekanan berat -terutama
Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal 15 November 1946
yang pokok pokoknya sebagai berikut :
·
Belanda mengakui secara de facto
Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra,
Jawa
dan Madura.
Belanda harus meninggalkan wilayah de
facto paling lambat 1 Januari
1949,
·
Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk
Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia
Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik
Indonesia
·
Republik Indonesia Serikat dan Belanda
akan membentuk Uni Indonesia - Belanda
dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
A. Perjuangan
Bersenjata dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan
1. Perjuangan
Bersenjata
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal
14 Agustus 1945. Oleh Sekutu pasukan pendudukan Jepang di
Indonesia diharuskan mempertahankan status quo. Akan tetapi keadaan Indonesia
telah berubah, Indonesia sudah merdeka dan bertekad untuk mempertahankan
kemerdekaannya. Serentak dengan itu, rakyat langusng bertindak untuk
melaksanakan pemindahan kekuasaan dari tangan Jepang dan menegakkan kedaulatan
negara Republik Indonesia yang baru berdiri. Kantor-kantor pemerintah, objek-objek vital seperti
kantor telekomunikasi, pelabuhan, lapangan udara, dan lain-lain serta merta
diambil alih oleh rakyat Indonesia. Jalannya pengambilalihan tidak selalu
lancar, sebagian pihak Jepang mempertahankan demi status quo, tetapi sebagian
lagi menyerahkan tanpa perlawanan demi keselamatan jiwanya.
Di samping pengambilalihan kekuasaan, rakyat juga
berusaha untuk memperoleh senjata-senjata Jepang. Pada umumnya pihak Jepang
enggan menyerahkan senjatanya kepada pihak Indonesia, hingga terjadilah
pertempuran-pertempuran melawan pasukan Jepang yang berlangsung dari bulan Agustus
sampai dengan bulan Oktober 1945.
Sementara itu tentara Sekutu mulai mendarat di Jakarta.
Misi sekutu ini dikirim oleh South East Asia Command dari Singapura dengan
tugas mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia menjelang pendaratan
pasukan sekutu. Pada tanggal 16 September 1945 Laksamana Muda W.R Petterson dan
Panglima SEAC Lord Louis Mountbatten mendarat di Tanjung Priok dengan kapal
Cumberland yang diboncengi oleh Van der Plaas wakil H.J van Mook kepala NICA.
Pada tanggal 29 September 1945, sekutu mendarat di
Indonesia (Jakarta) dengan komando khusus yang diberi nama Allied Forces
Netherlands East Indies (AFNE) di bawah pimpinan Jendar Sir Philip Christison
dengan tugas sebagai berikut :
a.
Menerima
penyerahan dari tangan Jepang
b.
Membebaskan
para tawanan perang dan interniran sekutu
c.
Melucuti
dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
d.
Menegakkan
dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan
sipil.
e.
Menghimpun
keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di pengadilan sekutu.
Kedatangan pasukan Sekutu, semula disambut dengan sikap
terbuka oleh pihak Indonesia. Akan tetapi setelah diketahui bahwa pasukan
Sekutu membaw orang-orang NICA yang hendak menegakkan kembali kekuasaan Hindia
Belanda, maka sikap Indonesia mulai berubah menjadi curiga. Kecurigaan bangsa
Indonesia semakin terbukti setelah NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang
baru dilepaskan dari tawanan Jepang dan mulai memancing kerusuhan di berbagai
kota besar di Jawa. Hal inilah yang kemudian menjadikan pihak Indonesia
bermusuhan dengan pihak sekutu.
Menyadari bahwa tugas sekutu tidak akan berhasil tanpa
bantuan Republik Indonesia, Jenderal Christison bersedia berunding dan pada
tanggal 1 Oktober 1945, sekutu mengakui Negara Republik Indonesia secara de
facto. Namun kenyataannya, tentara sekutu selalu menjadi pemicu insiden bahkan
pertempuran dengan pihak Indonesia.
Berdasarkan kenyataan di atas, jelas bahwa dalam upaya
penegakkan dan mempertahankan kemerdekaan, bangsa Indonesia harus berhadapan
dengan pihak Jepang, sekutu, dan Belanda. Pertempuran-pertempuran penting
adalah sebagai berikut :
a. Insiden
Bendera Surabaya (19 September 1945)
Peristiwa ini terjadi karena tindakan dair beberapa orang
Belanda yang mengibarkan bendera Belanda (merah, putih, biru) di puncak Hotel
Yamato dan berhasil disobek bagian yang birunya, kemudian bendera dinaikkan
kembali dengan warna merah putih.
b. Pertempuran
Lima Hari di Semarang
Peristiwa ini diawali dengn adanya desas desus bahwa
cadangan air minum di daerah Candi diracun oleh Jepang. Untuk membuktikan
kebenarannya, dr. Karyadi, Kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat
melakukan pemeriksaan. Pada sat melakukan pemeriksaan, ia ditembak oleh Jepang
sehipngga gugur. Dengan gugurnya dr. Karyadi kemarahan rakyat
khususnya pemuda tidak dapat dihindarkan dan terjadilah pertempuran yang
menimbulkan banyak korban. Di pihak pemuda Semarang 2000 orang tewas dan 100
orang bala tentara Jepang.
Untuk mengenang peristiwa itu, di Semarang didirikan Tugu
Muda dan untuk mengenang jasa dr. Karyadi namanya diabadikan menjadi nama
sebuah rumah sakit umum di Semarang.
c. Pertempuran
Surabaya (10 November 1945)
Sekutu mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945
dengan pasukan Brigade 49 divisi 23 dibawah pimpinan Jenderal Mallaby. Kedatangan
sekutu mengadakan serbuan terhadap penjara republik untuk membebaskan
perwira-perwira sekutu dan pegawai RAPWI (Relief
of Allied Prisoners of War and Internees) yang ditawan pihak Indonesia.
Sebagai balasan dari tindakan pihak sekutu, tanggal 28
dan 29 Oktober 1945 pos-pos sekutu diserbu oleh rakyat Surabaya. Hanya dalam
waktu yang singkat pasukan Inggris nyaris hancur sehingga pimpinan militer
Inggris meminta kepada Presiden Soekarno untuk menghentikannya. Akan tetalh
setelah Soekarno, Hatta dan Amir Syarifuddin kembali ke Jakarta pertempuran
meletus kembali. Dalam insiden di gedung International
Jembatan Merah, Jenderal Mallaby ditemukan tewas.
Pada
tanggal 9 November 1945, Panglima sekutu untuk wilayah Jawa Timur Mayor
Mansergh mengeluarkan ultimatum yang isinya “Bahwa semua pimpinan bangsa
Indonesia menyerahkan senjata dengan membawa bendera Merah Putih dan mengangkt
tangan sebagai tanda menyerah pada tempat-tempat yang telah ditentukan sampai
batas waktu pukul 06.00 tanggal 10 November 1945” Rakyat Surabaya di bawah
pimpinan Bung Tomo, Sungkono dan Gubernur Suryo menolak ultimatum tersebut
serta mulai bersiap-siap menghadapi gempuran sekutu. Pada tanggal 10 November
1945 Surabaya digempur oleh pasukan sekutu dari darat, laut dan udara. Untuk
melambangkan kepahlawanan bangsa Indonesia (rakyat Surabaya) maka peristiwa 10
November diabadikan sebagai Hari Pahlawan.
d.
Pertempuran
Ambarawa (21 November 1945)
Pertempuran
Ambarawa meletus karena pembebasan secara sepihak interniran Belanda di Magelang
dan Ambarawa. Pertempuran awal terjadi di Desa Jambu dan Ngipik di bawah
pimpinan Letkol Isdiman, Letkol Sarbini, dan Suryosumpeno. Dalam usaha
mempertahankan dua desa tersebut Letkol Isdiman gugur. Dengan gugurnya Letkol
Isdiman, pimpinan pertempuran diambil alih oleh Kolonel Soedirman.
Kehadiran
Soedirman menumbuhkan semangat baru bagi pasukan Republik Indonesia. Pada
tanggal 23 November berlangsung pertempuran dengan pasukan sekutu yang bertahan
di Kompleks Gereja dan perkuburan Belanda di Jalan Margo Agung. Pasukan
Soedirman mendpat bantuan dari Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Salatiga, dan
Magelang. Mereka menggunakan taktik menyerang serentak dari segala sektor
secara bersamaan. Akhrnya tanggal 15 Desember 1945 pasukan Indonesia berhasil menghalau sekutu
mundur ke Semarang. Peristiwa itu dikenal dengan nama “Palagan Ambarawa”. Untuk
mengenang jasa Letkol Isdiman, namanya diabadikan menjadi nama Museum (Museum
Isdiman)
e.
Pertempuran
Medan Area (20 Desember 1945)
Sulitnya
komunikasi menyebabkan berita proklamasi terlambat diterima oleh rakyat di
daerah-daerah. Berita proklamasi baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus
1945 yang dibawah oleh Mr. Teuku Moh. Hassan sebagai Gubernur Sumatera.
Menanggapi berita ini para pemuda di
bawah pimpinan Achmad Tahir membentuk barisan pemuda Indonesia. Pada tanggal 13
Oktober 1945 terjadi pertempuran pertama dalam upaya merebut dan mengambil alih
gedung-gedung pemerintahan dari tangan Jepang.
Pendaratan
sekutu ke Medan terjadi pada tanggal 19 Oktober 1945 dibawah pimpinan T.E.D
Kelly. Namun sebelumnya Belanda dibawah pimpinan Westerling juga mendarat di
Medan. Hal ini menyebabkan timbulnya bentrokan antara rakyat dengan pasukan
NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 Sekutu melancarkan serangan terhadap
seluruh Medan yang mengakibatkan banyak jatuh korban di kedua belah pihak.
f.
Bandung
Lautan Api (23 Maret 1946)
Tentara
Sekutu menuntut agar rakyat menyerahkan senjata-senjata yang diperoleh dari
tangan Jepang. Selanjutnya pada tanggal 21 November 1945 tentara sekutu
mengeluarkan ultimatum yang berbunyi “bahwa selambat-lambatnya tanggal 29
November 1945 kota Bandung bagian utara untuk dikosongkan”. Pemuda dan rakyat
Bandung tidak mengindahkan ultimatum tersebut sehingga insiden-insiden dengan
pasukan sekutu sering terjadi.
Untuk
kedua kalinya Sekutu pada tanggal 23 Maret 1946 mengeluarkan ultimatum yang
isinya “agar kota Bandung seluruhnya dikosongkan”. Menanggapi ultimatum
tersebut TRI Bandung menerima perintah dari Jakarta agar Kota Bandung
dikosongkan, akan tetapi dari markas TRI Yogyakarta memerintahkan agar kota
Bandung dipertahankan. Akhirnya rakyat Bandung mematuhi perintah dari Jakarta,
namun sebelum meninggalkan kota, mereka mengadakan penyerangan dan
membumihanguskan Bandung bagian selatan. Tujuan tindakan ini agar pos-pos
penting dan tempat-tempat yang vital tidak dapat dipergunakan oleh pihak lawan.
Peristiwa politik bumi hangus itulah kemudian dikenal dengan sebutan “Bandung
Lautan Api”
Agresi Militer I
Ketika
jawaban yang memuaskan tidak kunjung tiba, Belanda terus "mengembalikan
ketertiban" dengan "tindakan kepolisian". Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam (tepatnya 21 Juli 1947) mulailah pihak Belanda melancarkan 'aksi polisionil' mereka yang pertama.
Aksi Belanda
ini sudah sangat diperhitungkan sekali dimana
mereka telah menempatkan pasukan-pasukannya di tempat yang strategis. Pasukan
yang bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat (tidak
termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur.
Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan
demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan-dalam di Jawa Di Sumatera,
perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi- instalasi minyak dan
batubara di sekitar Palembang, dan daerah Padang diamankan. Melihat aksi
Belanda yang tidak mematuhi perjanjian Linggarjati membuat Sjahrir bingung dan
putus asa, maka pada bulan Juli 1947 dengan terpaksa mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai Perdana Menteri, karena sebelumnya dia sangat menyetujui tuntutan
Belanda dalam menyelesaikan konflik antara pemerintah RI dengan Belanda.
Menghadapi
aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya bisa bergerak mundur dalam
kebingungan dan hanya menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dan bagi
Belanda, setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini menimbulkan keinginan
untuk melanjutkan aksinya kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook,
berkeinginan merebut Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang
lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris yang menjadi sekutunya tidak
menyukai 'aksi polisional' tersebut serta menggiring Belanda untuk segera
menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap Republik.
Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri
Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda I
pada bulan Juli, pengganti Sjahrir
adalah Amir Syarifudin
yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri
Pertahanan.
1948
Perjanjian Renville
Sementara
peperangan sedang berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas desakan Australia dan India,
mengeluarkan perintah peletakan senjata tanggal 1 Agustus 1947,
dan segera setelah itu mendirikan suatu Komisi
Jasa-Jasa Baik, yang terdiri dari wakil-wakil Australia, Belgia dan
Amerika Serikat, untuk menengahi perselisihan itu .
Tanggal 17 Januari 1948
berlangsung konferensi di atas kapal perang Amerika Serikat, Renville, ternyata
menghasilkan persetujuan lain, yang bisa diterima oleh yang kedua belah pihak
yang berselisih. Akan terjadi perdamaian yang mempersiapkan berdirinya zone
demiliterisasi Indonesia Serikat akan didirikan, tetapi atas garis yang berbeda
dari persetujuan Linggarjati, karena plebisit akan diadakan untuk menentukan
apakah berbagai kelompok di pulau-pulau besar ingin bergabung dengan Republik
atau beberapa bagian dari federasi yang direncanakan Kedaulatan Belanda akan
tetap atas Indonesia sampai diserahkan pada Indonesia Serikat.
Pada tanggal
19 Januari ditandatangani persetujuan Renville Wilayah Republik selama masa
peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi
ketimbang persetujuan Linggarjati : hanya meliputi sebagian kecil Jawa
Tengah (Jogja dan delapan Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa -Banten tetap
daerah Republik Plebisit akan diselenggarakan untuk menentukan masa depan
wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer. Perdana menteri Belanda
menjelaskan mengapa persetujuan itu ditandatangani agar Belanda tidak
"menimbulkan rasa benci Amerika".
Sedikit
banyak, ini merupakan ulangan dari apa yang terjadi selama dan sesudah
perundingan Linggarjati. Seperti melalui persetujuan Linggarjati, melalui
perundingan Renville, Soekarno dan Hatta dijadikan lambang kemerdekaan
Indonesia dan persatuan Yogyakarta hidup lebih lama, jantung Republik terus
berdenyut. Ini kembali merupakan inti keuntungan Seperti sesudah persetujuan
Linggarjati, pribadi lain yang jauh dari pusat kembali diidentifikasi dengan
persetujuan -dulu Perdana Menteri Sjahrir, kini Perdana Menteri Amir- yang
dianggap langsung bertanggung jawab jika sesuatu salah atau dianggap salah.
Runtuhnya Kabinet Amir dan naiknya Hatta sebagai Perdana Menteri
Dari adanya Agresi Militer I dengan hasil diadakannya Perjanjian Renville
menyebabkan jatuhnya Kabinet Amir.
Seluruh anggota yang tergabung dalam kabinetnya
yang terdiri dari anggota PNI dan Masyumi meletakkan jabatan ketika Perjanjian Renville
ditandatangani, disusul kemudian Amir sendiri meletakkan jabatannya sebagai Perdana Menteri pada tanggal 23 Januari 1948.
Dengan pengunduran dirinya ini dia mungkin mengharapkan akan tampilnya kabinet
baru yang beraliran komunis untuk menggantikan posisinya. Harapan itu menjadi
buyar ketika Soekarno berpaling ke arah lain dengan menunjuk Hatta
untuk memimpin suatu 'kabinet presidentil'
darurat (1948-1949), dimana seluruh pertanggungjawabannya
dilaporkan kepada Soekarno
sebagai Presiden.
Perjanjian Renville
tidak lebih baik daripada perundingan di
Linggarjati. Kedua belah pihak menuduh masing-masing melanggar
perdamaian, dan Indonesia
menuduh Belanda mendirikan blokade dengan maksud memaksanya menyerah. Bulan
Juli 1948, Komisi
Jasa-jasa Baik, yang masih ada di tempat mengawasi pelaksanaan
persetujuan itu, melaporkan bahwa Indonesia mengeluh akan gencatan senjata yang
berulang-ulang.
1948-1949
Agresi Militer II
Agresi Militer II terjadi
pada 19 Desember 1948
yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu
kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah
Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Perjanjian Roem Royen
Akibat dari Agresi Militer tersebut,
pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda, terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan
bantuannya kepada Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan
RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia
dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem Royen.
Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta
Serangan
yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949
terhadap kota Yogyakarta
secara secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran
tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III -dengan mengikutsertakan
beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat- berdasarkan instruksi dari
Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikan kepada dunia
internasional bahwa TNI -berarti juga Republik Indonesia- masih ada dan cukup
kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam
perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama
untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional
Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan
perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade
X/Wehrkreis
III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.
Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar
adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia
dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949.
Yang menghasilkan kesepakatan:
- Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat.
- Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan.
Penyerahan kedaulatan oleh Belanda
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember
1949, selang empat tahun setelah proklamasi
kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
Pengakuan ini dilakukan ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan
kedaulatan) ditandatangani di Istana
Dam,
Amsterdam..
Perjuangan bangsa Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi
Bentuk pergolakan dan pemberontakan antara lain:
Pasca
Proklamasi Kemerdekaan, perjuangan bangsa Indonesia belum selesai dan sangat
berat. Mengapa? Sebab menghadapi dua musuh dalam perjuangan. Di satu sisi harus
berjuang mem-pertahankan kemerdekaan dari ancaman Sekutu dan NICA. Sementara
disisi lain harus menghadapi tindakan makar dari gerakan separatis. Mereka
menikam dari belakang, di saat bangsa membutuhkan kekuatan untuk mempertahankan
kemerdekaan. Tindakan makar itu tidak bisa dibiarkan, harus ditumpas. Berkat
kesigapan TNI yang didukung rakyat, akhirnya pemberontakan dapat ditumpas. Agar
kalian lebih jelas, ikutilah pembahasan berikut ini!
PKI
MADIUN 1948
Membahas
tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir
Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir jatuh? Jatuhnya kabinet Amir
disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville yang sangat merugikan
Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya,pada tanggal 28 Juni 1948 Amir
Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis
massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan
memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan
di pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal
11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan
Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin
itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta.
Oleh PKI
daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun dijadikan
basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan
berdirinya Pemerintahan Soviet di
Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila
dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI
dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk menumpas pemberontakan
PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini peran Divisi
Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman
memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa
Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan
dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun
berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI
seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu,
tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh
pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa
Tengah.
Dengan
ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa dan negara
Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis yang bertentangan dengan
ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa
Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan dari siapa pun. Dalam kondisi
bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas pemberontakan yang
relatif besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.
Pembrotakan
DI/TII ( Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia)
1.
DI/TII Jawa
Barat
Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan
Darul Islam (DI) dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan
tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara
Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan
Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang
disebut Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni
1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber,
Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati 16 Agustus
1962.
2.
DI/TII Jawa
Tengah
Gerakan
DI/TII juga menyebar ke Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII
di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir
Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan.
Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudian diangkat sebagai
komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam
Indonesia. Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando
Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan di Kebumen
dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz
Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan ini berhasil dihancurkan
pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng
Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena
pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah
Merapi-Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh
Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat
dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional
dilancarkan operasi Banteng Raiders.
3.
DI/TII Aceh
Adanya
berbagai masalah antara lain masalah otonomi daerah, pertentangan
antargolongan, serta rehabilitasi dan modernisasi daerah yang tidak lancar
menjadi penyebab meletusnya pemberontakan DI/TII di Aceh. Gerakan DI/TII di
Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh yang pada tanggal 20 September 1953
memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah
pimpinan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan
kombonasi operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata dari musyawarah tersebut
ialah pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.
4.
DI/TII
Sulawesi Selatan
Pemerintah berencana membubarkan
Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke
masyarakat. Tenyata Kahar Muzakar
menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya
dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah
pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara mereka yang tidak
memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan
menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat
dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar
beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan
lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya
menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII
Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar
Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.
Andi Aziz
Andi Aziz
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan
adalah :
1. Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang
bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur.
2. Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
3. Mempertahankan tetap berdirinya Negara
Indonesia Timur.
Karena tindakan Andi Azis tersebut maka pemerintah pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan. Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
APRA (
Angkatan Perang Ratu Adil )
Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL timbul Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian Republik Indonesia Serikat. APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA diakui sebagai Tentara Pasundan dan menolak dibubarkannya Pasundan/negara Federal tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA melancarkan teror, APRA berhasil ditumpas. Ternyata dalang gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Rencana gerakannya di Jakarta ialah menangkap beberapa menteri Republik Indonesia Serikat yang sedang menghadiri sidang kabinet dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada Staf Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang. Rencana tersebut berhasil diketahui dan diambil tindakan preventif, sehingga sidang kabinet ditunda. Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.
RMS ( Republik Maluku Selatan )
Pada tanggal
25 April 1950 di Ambon diproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS)
yang dilakukan oleh Dr. Ch. R. S. Soumokil mantan Jaksa Agung Negara Indonesia
Timur. Soumokil sebenarnya terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Namun,
setelah gagalnya gerakan itu ia melarikan diri ke Maluku Tengah dengan Ambon
sebagai pusat kegiatannya. Untuk itu pemerintah mengutus Dr. Leimena untuk
mengajak berunding. Misi Leimena tidak berhasil karena RMS menolak untuk
berunding. Pemerintah bertindak tegas, pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel
A. E. Kawilarang dikirimkan ke Ambon. Dalam pertempuran memperebutkan benteng
New Victoria, Letkol Slamet Riyadi tertembak dan gugur. Pada tanggal 28
September 1950 pasukan ekspedisi mendarat di Ambon dan bagian utara pulau itu
berhasil dikuasai. Tanggal 2 Desember 1963 Dr. Soumokil berhasil ditangkap
selanjutnya tanggal 21 April 1964 diadili oleh Mahkamah Militer Laut Luar Biasa
dan dijatuhi hukuman mati.
PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia)
Munculnya pemberontakan PRRI
diawali dari ketidakharmonisan hubungan pemerintah daerah dan pusat. Daerah
kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana
pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan
daerah seperti berikut.
1. Dewan
Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
2. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin
oleh Kolonel Maludin Simbolan.
3. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin
oleh Letkol Barlian.
4.
Dewan Manguni di
Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Tanggal 10
Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri
dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan
tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah
bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon,
Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis. Langkah
berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra
Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD.
Pada tanggal
15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya adalah Mr.
Syafruddin Prawiranegara. Agar semakin tidak membahayakan negara, pemerintah
melancarkan operasi militer untuk menumpas PRRI. Berikut ini operasi militer
tersebut.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta
dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara,
dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Operasi
Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan
mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal 12
Maret 1958.
2. Operasi
17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani
berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai
Bukittinggi 21 Mei 1958.
3. Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera
Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
4. Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan
dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
5. Penumpas pemberontakan Permesta dilancarkan
operasi gabungan dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto
Hendraningrat, yang terdiri dari :
·
Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi
Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
·
Operasi
Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh
Letkol Agus Prasmono.
·
Operasi
Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh
Letkol Magenda.
·
Operasi
Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto
Hendraningrat
Peristiwa G-30-S/PKI 1965.
1). Kondisi Politik Menjelang G 30 S/PKI
Doktrin
Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk
memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi
ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi
tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi
Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963,
PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan
buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk, melakukan aksi
demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk Biro
Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai
tugas-tugas berikut.
a. Menyebarluaskan
pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang
telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota
ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang
telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan
untuk kepentingannya.
Memasuki tahun 1965 pertentangan
antara PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai pemimpin
PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat untuk melawan
komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus
PKI.
a. Memojokkan
dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam persekongkolan
(konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan Amerika
Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk
“Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak
mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
d. Mengusulkan
kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh
dan petani yang dipersenjatai.
Ketegangan politik antara PKI
dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30 September 1965 dini hari, atau
awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi penculikan dan pembunuhan
terhadap para perwira Angkatan Darat.
Seputar Penculikan Para Jenderal
AD, Usaha Kudeta, dan Operasi Penumpasan
Peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira AD, kemudian dikenal Gerakan 30 S/PKI. Secara rinci para pimpinan TNI yang menjadi korban PKI ada 10 orang, yaitu 8 orang di Jakarta dan 2 orang di Yogyakarta. Mereka diangkat sebagai Pahlawan Revolusi.
Peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira AD, kemudian dikenal Gerakan 30 S/PKI. Secara rinci para pimpinan TNI yang menjadi korban PKI ada 10 orang, yaitu 8 orang di Jakarta dan 2 orang di Yogyakarta. Mereka diangkat sebagai Pahlawan Revolusi.
2). Berikut ini para korban keganasan PKI.
a. Di
Jakarta
1. Letjen
Ahmad Yani, Men/Pangad.
2. Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.
3. Mayjen
R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.
4. Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.
5. Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.
6. Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman/Oditur
Jendral TNI AD.
7. Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko
Hankam/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
8. Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal
rumah Wakil P.M. II Dr. J. Leimena.
b. Di
Yogyakarta
1. Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
2. Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.
1. Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
2. Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.
Jenderal
Nasution berhasil meloloskan diri. Akan tetapi putrinya Ade Irma Suryani
tertembak yang akhirnya meninggal tanggal 6 Oktober 1965, dan salah satu
ajudannya ditangkap. Ajudan Nasution (Lettu Pierre A. Tendean), mayat tiga
jenderal, dan tiga jenderal lainnya yang masih hidup dibawa menuju Halim. Di
Halim, para jenderal yang masih hidup dibunuh secara kejam. Sejumlah anggota
Gerwani dan Pemuda Rakyat terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut. Ketujuh
mayat kemudian dimasukkan dalam sebuah sumur yang sudah tidak dipakai lagi di
Lubang Buaya. Untuk mengenang peristiwa yang mengerikan tersebut, di Lubang
Buaya dibangun Monumen Pancasila Sakti. Peristiwa pembunuhan juga terjadi di
daerah Yogyakarta. Komandan Korem 072 Yogyakarta Kolonel Katamso dan Kepala
Stafnya Letkol Sugiyono diculik dan dibunuh oleh kaum pemberontak di Desa
Kentungan. Pagi hari sekitar jam 07.00 WIB Letkol Untung berpidato di RRI
Jakarta. Dalam pidatonya, Letkol Untung mengatakan bahwa “Gerakan 30 September”
adalah suatu kelompok militer yang telah bertindak untuk melindungi Presiden
Soekarno dari kudeta. Kudeta itu direncanakan oleh suatu dewan yang terdiri
atas jenderal-jenderal Jakarta yang korup yang menikmati penghasilan tinggi dan
menjadi kaki tangan CIA (Agen Rahasia Amerika). Setelah mendengar pidato Letkol
Untung di RRI, timbul kebingungan di dalam masyarakat. Presiden Soekarno
berangkat menuju Halim. Presiden mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat
Indonesia tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan, serta menjaga persatuan.
Diumumkan pula bahwa pimpinan Angkatan Darat untuk sementara waktu berada
langsung di tangan presiden sebagai Panglima Tertinggi ABRI. Selain itu
melaksanakan tugas seharihari ditunjuk Mayjen Pranoto. Namun, di saat yang
sama, tanpa sepengetahuan presiden Mayjen Soeharto mengangkat dirinya sebagai pimpinan
AD.
3). Penumpasan G 30 S/PKI
Pada tanggal 2 Oktober 1965
Presiden Soekarno memanggil semua panglima angkatan ke Istana Bogor. Dalam
pertemuan tersebut Presiden Soekarno mengemukakan masalah penyelesaian
peristiwa G 30 S/PKI. Dalam rangka penjelasan G 30 S/PKI, presiden menetapkan
kebijaksanaan berikut.
a. Penyelesaian aspek politik akan diselesaikan sendiri oleh presiden.
b. Penyelesaian aspek militer dan administratif diserahkan kepada Mayjen Pranoto
c. Penyelesaian militer teknis, keamanan, dan ketertiban diserahkan kepada Mayjen Soeharto
a. Penyelesaian aspek politik akan diselesaikan sendiri oleh presiden.
b. Penyelesaian aspek militer dan administratif diserahkan kepada Mayjen Pranoto
c. Penyelesaian militer teknis, keamanan, dan ketertiban diserahkan kepada Mayjen Soeharto
4). Dampak Sosial Politik dari Peristiwa G 30 S/PKI
Berikut ini dampak sosial politik dari G 30 S/PKI.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
d. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
d. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.
5. Pendapat para ahli tentang peristiwa
G-30-S-1965/ PKI
Konsekuensi dari peristiwa yang samar dan melibatkan berbagai pihak menimbulkan penafsiran yang cukup beragam. Peristiwa Penculikan yang diikuti dengan perebutan kekuasaan serta pembasmian terhadap orang yang dianggap musuh politik menjadi suatu topik yang neraik, kompleks, membingungkan sekaligus menantang. Beberapa versi yang ada, antara lain:
Konsekuensi dari peristiwa yang samar dan melibatkan berbagai pihak menimbulkan penafsiran yang cukup beragam. Peristiwa Penculikan yang diikuti dengan perebutan kekuasaan serta pembasmian terhadap orang yang dianggap musuh politik menjadi suatu topik yang neraik, kompleks, membingungkan sekaligus menantang. Beberapa versi yang ada, antara lain:
1. Pertama,
interpretasi yang menekankan bahwa pelaku utama G 30 S adalah PKI. Sejak awal
PKI telah berusaha merintis usaha untuk merebut kekuasaan, termasuk menyusupkan
orang-orangnya ke kelompok lain, termasuk AD. Dewan Revolusi yang melakukan
penculikan terhadap sejumlah perwira AD hanyalah organ pelaksana yang sejak awal
sudah dikenaro oleh PKI. Pandangan ini antara lain dikemukakan oleh Nugroho
Notosusanto dan Ismail Saleh melalui bukunya (Tragedi Nasional, Percobaan Kup G
30 S/PKI di Indonesa), Sekretariat Negara ( Gerakan 30 September Pemberontakan
Partai Komunis Indonesia; Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya), Arnold
Brackman ( The Communist Collapse in Indonesia).
2. suatu
interpretasi yang menekankan bahwa pelaku utama dari gerakan ini adalah
Angkatan Darat sendiri. Konflik internal AD, terutama antara perwira senior
yang konservatif dan suka hidup mewah dengan para perwira progresif yang
prihatin dengan kehidupan masyarakat yang banyak susah sementara beberapa
perwira tinggi militer justru hidup mewah. Termasuk diantaranya yang
beranggapan bahwa kasus ini sebenarnya hanya terkait dengan Divisi Diponegoro.
Beberapa pengarang yang beranggapan semacam ini antara lain MR Siregar (Tragedi
Manusia dan Kemanusiaan, Kasus Indonesia: Sebuah Holokaus yang Diterima sesudah
Perang Dunia Kedua), Coen Holtsappel (The 30 September Movement), Anderson dan
Ruth McVey (A Preliminary Analysis of the October 1, 1965: Coup in Indonesia)
3. pelaku
utama dan kemudian yang harus bertanggungjawab terhadap peristiwa G 30 S adalah
Letnan Jenderal Suharto sendiri. Dia yang sejak awal sudah diberitahu oleh
Latief akan rencana penculikan serta tindakannya yang dengan cepat menumpas
kelompok pemberontak hanya mungkin dapat dilaksanakan kalau yang bersangkutan
tahu betul scenario yang ada. Beberapa tulisan yang terkait dengan interpretasi
ini adalah Wimandjaya K.Litohoe (Primadosa), Imam Soedjono (Yang Berlawan,
Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah PKI)
4. Pandangan
yang beranggapan bahwa pelaku utama dari peristiwa G 30 S adalah Presiden
Sukarno sendiri. Para perwira yang tergabung dalam Dewan revolusi merupakan
tokoh-tokoh yang sangat mengagumi Presiden Sukarno sekaligus sangat dekat
dengan Presiden Sukarno. Termasuk beberapa tokoh di luar AD yang kemudian
bertemu di Halim Perdanakusumah merupakan orang-orang dekat Sukarno. Presiden
yang berusaha memperkuat posisinya ingin pimpinan AD semakin tunduk dan setia
dengan kepemimpinannya. Tulisan ini antara lain dianut oleh Antonie C.A.Dake
(In The Spirit of The Red Banteng: Indonesian Communism between Moscow and
Peking, Sukarno File, Berkas-berkas Soekarno 1965-1967, Kronologi suatu
keruntuhan) Soegiarso Soerojo (Siapa menabur Angin akan menuai Badai), John
Hughes ( The End of Soekarno), Ulf Sundhaussen (Politik Militer Indonesia
1945-1967: Menuju Dwifungsi ABRI).
5. Pandangan yang beranggapan bahwa peristiwa yang
terjadi merupakan hasil skenario dari kekuatan yang diorganisir dan
direncanakan oleh agen rahasia Amerika, CIA. Amerika yang sejak awal berusaha
menguasai Indonesia, paling tidak menjadikan Indonesia sebagai sekutunya terus
berusaha memperkuat pengaruhnya di Indonesia. Untuk itu Amerika sangat
berkepentingan mengganti posisi Presiden Sukarno serta menyingkirkan pengaruh
dan kekuatan PKI. Tulisan ini antara lain dikembangkan oleh Greg Poulgrain (
The Genesis of Confrontation: Malaysia, Brunei and Indonesia, 1945-1965).
6. pandangan
yang beranggapan bahwa pelaku G 30 S tidak tunggal. Pandangan ini juga masih
beragam; antara lain; yaitu yang beranggapan bahwa ada konspirasi antara
kekuatan AD dengan kekuatan asing, khususnya Amerika dan Inggris. Anggapan ini antara
lain dikembangkan oleh Harsutejo (G 30 S Sejarah yang digelapkan Tangan
berdarah CIA dan Rejim Suharto), Di samping itu juga ada yang beranggapan bahwa
peristiwa G 30 S adalah konspirasi antara Presiden Sukarno, PKI dan RRC
sebagaimana yang kembangkan oleh Victor M. .Fic (Kudeta 1 Oktober 1965, Sebuah
Studi tentang Konspirasi). Sementara juga ada yang beranggapan bahwa pelaku
dari G 30 S adalah perpaduan antara pimpinan PKI yang keblinger, kecerdikan
subversi nekolim dan adanya oknum-oknum yang tidak bera. Pandangan ini antara
lain dikemukakan oleh Presiden Sukarno (Pelengkap Nawaksara
Dari uraian singkat di atas, kita bisa melihat
bahwa ternyata memang tidak mudah untuk bisa menentukan dengan pasti siapa
dibalik G30S. Setiap kesimpulan yang dibuat akan dibantah oleh yang lain
sehingga tidak akan ada kesimpulan yang diterima oleh semua pihak. Setiap orang
mempunyai kesimpulan sesuai pengalaman dan keyakinan masing-masing yang
sifatnya individual.
6. Dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat
a. Sosial
Menanggapi peristiwa G 30 S PKI presiden Soekarno bersikap kurang tegas sehingga menimbulkan reaksi dari rakyat terutama kalangan amahsiswa dan pelajar yang mendapat dukungan ABRI.
Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-
orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.
Menanggapi peristiwa G 30 S PKI presiden Soekarno bersikap kurang tegas sehingga menimbulkan reaksi dari rakyat terutama kalangan amahsiswa dan pelajar yang mendapat dukungan ABRI.
Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-
orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.
b. Ekonomi
Terjadinya kondisi harga barang-barang naik dan terjadi inflasi sangat tinggi bahkan melebihi 600% setahun.
Upaya mengatasi inflasi :
• Mengadakan devaluasi rupiah lama menjadi rupiah baru, dari Rp 1000
menjadi Rp 100 uang baru.
• Menaikkan harga bahan bakar menjadi empat kali lipat sejak 1 Januari 1966
yang mengakibatkan naiknya harga-harga barang secar tidak terkendali
Terjadinya kondisi harga barang-barang naik dan terjadi inflasi sangat tinggi bahkan melebihi 600% setahun.
Upaya mengatasi inflasi :
• Mengadakan devaluasi rupiah lama menjadi rupiah baru, dari Rp 1000
menjadi Rp 100 uang baru.
• Menaikkan harga bahan bakar menjadi empat kali lipat sejak 1 Januari 1966
yang mengakibatkan naiknya harga-harga barang secar tidak terkendali
c. Dampak Politik
Munculnya gelombang aksi menentang ketidak tegasan Presiden Soekarno tentang peristiwa G 30 S PKI terutama dari kalangan mahasiswa dan pelajar misalnya KAMI, KAPPI,KAPI, KAWI, KABI yang kemudian mengeluarkan tuntutan yang dikenal dengan TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) pada 10 Januari 1966 yang berisi :
a. Pembubaran PKI
b. Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI
c. Penurunan harga-harga (perbaikan ekonomi)
Munculnya gelombang aksi menentang ketidak tegasan Presiden Soekarno tentang peristiwa G 30 S PKI terutama dari kalangan mahasiswa dan pelajar misalnya KAMI, KAPPI,KAPI, KAWI, KABI yang kemudian mengeluarkan tuntutan yang dikenal dengan TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) pada 10 Januari 1966 yang berisi :
a. Pembubaran PKI
b. Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI
c. Penurunan harga-harga (perbaikan ekonomi)
Dalam usaha menuntut TRITURA telah gugur seorang
mahasiswa Arief Rahman Hakim yang tertembus peluru pengawal kepresidenan.
Reaksi presiden terhadap aksi-aksi demo menentang dirinya adalah membubarkan
KAMI pada 25 Februari 1966. pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden memimpin sidang
kabinet yang membahas kemelut politik saat itu. Namun presiden buru-buru pergi
ke Bogor karena ada informasi di sekitar istana terdapat pasukan-pasukan liar.
Tindakan Presiden ini mengundang tanggapan dari 3
perewira TNI AD yaitu :
• Mayor Jenderal Basuki Rahmat
• Brigadir Jenderal M. Yusuf
• Brigadir Jenderal Amir Mahmud
Yang menyusul ke Bogor dengan membawa pesan dari Jenderal Soeharto bahwa Soeharto siap mengatasi keadaan kalau presiden memberi kepercayaan padanya. Sehingga presiden kemudian memerintahkan ketiga jenderal dan Komandan resimen Cakrabirawa BrigJen Sabur untuk membuat konsep surat perintah kepada Jenderal Soeharto yang kemudian dikenal dengan nama Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR) dalam TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 yang intinya berisi :
Memerintahkan kepada Letnan Jenderal Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta stabilitas jalannya pemerintahn dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden.
Langkah selanjutnya adalah Letjen Soeharto membubarkan PKI dan Ormas-ormasnya sebagai partai terlarang di seluruh Indonesia pada 12 Maret 1966 ditetapkan dalam TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966.
• Mayor Jenderal Basuki Rahmat
• Brigadir Jenderal M. Yusuf
• Brigadir Jenderal Amir Mahmud
Yang menyusul ke Bogor dengan membawa pesan dari Jenderal Soeharto bahwa Soeharto siap mengatasi keadaan kalau presiden memberi kepercayaan padanya. Sehingga presiden kemudian memerintahkan ketiga jenderal dan Komandan resimen Cakrabirawa BrigJen Sabur untuk membuat konsep surat perintah kepada Jenderal Soeharto yang kemudian dikenal dengan nama Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR) dalam TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 yang intinya berisi :
Memerintahkan kepada Letnan Jenderal Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta stabilitas jalannya pemerintahn dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden.
Langkah selanjutnya adalah Letjen Soeharto membubarkan PKI dan Ormas-ormasnya sebagai partai terlarang di seluruh Indonesia pada 12 Maret 1966 ditetapkan dalam TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966.
Dampak sosial politik dari G 30 S/PKI.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di
Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di
Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
1.1 Peranan Internasional
Dalam Membantu Penyelesaian Konflik Indonesia – Belanda
a. Peranan
Perserikatan Bangsa Bangsa
Inilah gedung yang menjadi Markas Besar PBB di New York.
PBB mempunyai peranan yang besar dalam menyelesaikan
pertikaian Indonesia Belanda setelah proklamasi kemerdekaan.
Sumber : Atlas Sejarah Dunia
|
Peranan PBB dalam ikut
menyelesaikan pertikaian Indonesia dengan Belanda diwujudkan dengan dibentuknya
Badan Perdamaian yang bertugas menengahi perselisihan dan menjadi mediator
dalam perundingan perdamaian Indonesia Belanda. Dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia setelah proklamasi tercatat ebeberapa badan Perdamaian yang dibentuk
PBB untuk Indonesia adalah :
1.
Komisi Jasa Baik (Komisi Tiga Negara)
Lembaga
ini dibentuk pada tanggal 25 Agustus 1947 sebagai reaksi PBB terhadap Agresi Militer Belanda I. Lembaga ini
beranggotakan 3 negara :
1)
Australia (dipilih oleh Indonesia)
: Richard Kirby
2)
Belgia (dipilih oleh Belanda)
: Paul Van Zealand
3)
Amerika Serikat (pihak netral) : dr. Frank Graham
Badan ini berperan dalam :
a)
mengawasi secara langsung penghentian temabak menenmbak sesuai resolusi Dewan
Keamanan PBB
b)
memasang patok-patok wilayah status quo yg dibantu oleh TNI
c)
mempertemukan kembali Indonesia Belanda dalam Perundingan Renville.
2.
UNCI (United Nations Commisions for Indonesia)
Badan
perdamaian ini dibentuk pada tanggfal 28 Januari 1949 untuk menggantikan Komisi
Tiga Negara yang dianggap gagal mendamaikan Indonesia – Belanda (Belanda
kembali melakukan Agresi Militer setelah P. Renville)
Peranan UNCI adalah :
a)
mengadakan Perundingan Roem Royen (7 Mei 1949)
b)
mengadakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda
b.
Peranan Negara Negara Lain
1)
Konferensi Asia di New Delhi (20 – 25 Januari 1949)
Konferensi
ini terselenggara atas prakarsa PM India Jawaharlal Nehru dan PM Burma
(sekarang Myanmar) U Aung San, sebagai bentuk dukungan kepada Indonesia setelah
terjadinya Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta. Konferensi berhasil
mendesak PBB untuk mengambil langkah tegas atas tindakan Belanda yang melanggar
kedaulatan Republik Indonesia.
2)
Pengakuan Kedaulatan RI
Walaupun
bukan sayarat utama aberdirinya sebuah Negara, pengakuan nefgara lain sangat
penting bagi eksistensi sebuah Negara dalam pergaulan internasional.
a)
Pengakuan atas kemerdekaan Indonesia pertama kali dari Mesir (14 Juli 1947)
disusul kemudian oleh Negara-negara Timur Tengah yang lain. Pengakuan ini atas
kerja keras Menteri Luar negeri H. Agus Salim yang mengadakan kunjungan ke
Negara Negara Timur Tengah.
b) Amerika
Serikat dan Inggris walaupun secara de facto juga mengakui kedaulatan RI pada
tahun 1947
c)
Australia merupakan salah satu pendukung utama RI pada masa-masa
mempertahankana kemerdekaan. Australia juga berpartisipasia dalam Konferensi
New Delhi.
1.2
Perjuangan Diplomasi Dalam Mempertahankan Kemerdekaan
a.
Perundingan Linggarjati (25 Maret 1947)
Perundingan
dilakukan antara RI (diwakili PM. Sutan Sjahrir) dengan Belanda (Prof.
Schermerhorn) dengan penengah Lord Killearn (Inggris). Hasil perundingan :
1) Belanda
mengakui secara de facto wilayah RI atas Jawa, Madura dan Sumatera
2)
Belanda-RI setuju untuk membentuk sebuah Negara Indonesia Serikat
3) Belanda
dan NIS akan membentuk Uni Indonesia Beanda dengan Ratu Belanda sebagai Kepala
Uni
Pada
tanggal 21 Juli 1947, Belanda mengingkari P. Lingarjati dengan melakukan Agresi
Militer I. Tindakan ini menimbulkan reaksi internasional dan PBB membentuk
Komisi Tiga Negara.
b.
Perundingan Renville
Perundingan
di prakarsai oleh Komisi Tiga Negara. Dari RI diwakili oleh PM Aamir
Sayarifusin dan Belanda diwakili oleh Abdul Kadir Widjojoadmodjo
(BFO/Bijeenkomst Foor Federal Overlaag = Organisasi Negara-Negara Boneka
bentukan Belanda). Perundingan diadakan diatas geladak Kapal USS Renville milik
AS yang sedang berlabuh di Tanjung Priok.
Hasil
perundingan :
1)
diadakan persetujuan gencatan senjata
2)
disetujui garis demarkasi yangf memisahkan RI dengan kekuasaan Belanda
3) TNI
harus ditarik dari daerah kantong (milik Belanda) ke daerah RI di Yogyakarta
Peta perjalanan Long March Divisi SIliwangi dari
Bandung ke Yopgyakarta
Sumber : 30 Th Indonesia
Merdeka
|
|
Beginilah suasana pasukan Siliwangi dalam
perjalanan dari Bandung ke Yogyakarta
Sumber : 30 Th. Indonesia
merdeka
|
Dampak
dari kesepakatan tersebut, wilayah RI tinggal : Medan, Padang dan Yogyakarta
dan ibu kota RI dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta.
Pengalaman
P. Linggarjati kembali terulang, pada tanggal 19 Desember 1948 Berlanda kembali
melakukan Aagresi Militer II di Yogyakarta. Presiden Saoekarno dan Wakil
presiden Moh. Hatta berhasil ditangkap dan diasingkan. Jenderal Sudirman yang
sedang sakit parah mengeluarkan Surat perintah Perang gerilya dan keluar dari
Yogyakarta. Yogyakarta berhasil diduduki oleh Belanda dan dianggap sebagai
kehancuran RI. Pada dunia internasional Belanda mengumumkan bahwa RI
sudah tidak ada dan TNI sudah tidak mempunyai kekuatan lagi. Benarkah
demikian ?
Ternyata
semua propaganda Belanda tentang RI tidak didukung oleh fakta yang ada. Belanda
tidak mengetahui bahwa sebelum Agresi Militer II atas Yogyakarta, telah terjadi
peristiwa politik yang sangat pemnting bagi kelangsungan RI.
1.
Sebelum agresi, Presiden Soekarno sudah mengirimkan mandat kepada Mr. Syafrudin
prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukit
Tinggi, Sumatera Barat. Bahkan apabila PDRI di Bukit Tinggi diserang Belanda,
Presiden memberi kuasa kepada Duta Besar RI di Halaban, New Delhi India untuk
membentuk Pemerintahan RI di Pengasingan.
Ini bukti nyata bahwa
RI masih ada, dan propaganda Belanda bahwa RI sudah tidak ada tidaklah benar.
2.
Saat agresi terjadi Jenderal Sudirman
segera memutuskan bahwa untuk menghadapi Belanda tidak mungkin secara frontal
tetapi harus dengan taktik yang lebih jitu, yaitu Perang Gerilya dan memberi
kebebasan kepada para komandan pasukan untuk meklakukan serangan serangan
kepada pasukan Belanada tanpa harus menunggu komando Panglima Besar. Dalam
kondisi sakit paru-paru yang parah Jenderal Sudirman bergerilya keluar
Yogyakarta.
Jenderal Sudirman (dalam tandu) bersama Pasukan TNI
berangkat bergerilya.
Sumber : 30 Th Indonesia
Merdeka
|
Rute Gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman
Sumber
: atlas sejarah Indonesia
Berlandaskan Surat
Perintah tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan Surat Perintah
Siasat No 1 dan dikoordinasikan oleh Letnan Kolonel Soeharto (komandan
Werkhreise IX bersama dengan komandan Werkhreise yang lain untuk melakukan
serangan serentak pada tanggal 1 maret 1949 pukul 06.00 WIB. Serangan yang
dinamakan “Serangan Umum 1 Maret 1949” berhasil menguasai Yogyakarta
selama 6 jam.
Dampak peristiwa ini
sangat luar biasa, karena menjadi bukti bahwa :
1.
da- - membangkitkan kembali semangat juang TNI dan
rakyat Indonesia
2.
da - membuktikan kepada dunia internasional bahwa
TNI masih mempunyai kekuatan dan propaganda Belanda hanyalah isapan jempol
belaka.
3. PBB segera
membentuk UNCI untuk menggantikan KTN dan memerintahkan Belanda untuk
membebaskan para pemimpin RI yang diasingkan.
c.
Perundingan Roem Royen
Dengan perantara UNCI
diadakan perundingan RI – Belanda pada tanggal 7 Mei 1949. Delegasi RI dipimpin
oleh Mr. Moh. Roem, Belanda diwakili oleh dr. Van Royen. Perundingan ini
membuka jalan bagi dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.
d.
Konferensi Inter Indonesia
Untuk memantapkan langkah
RI dalam menghadapi Belanda di KMB pada tanggal 19 Juli 1949 RI mengadakan
pendekatan dan koordinasi dengan BFO (Bijeenkomst Foor Federal Overlaag). Hasil
terpewnting dalam pertemuan ini adalah RI dan BFO sepakat untuk bersama sama
menghadapi Belanda dalam KMB.
e.
Round Table Conference (Konferensi Meja Bundar) 22 Agustus – 2 Nopember 1949
-
Delegasi
RI
: Moh. Hatta
-
Delegasi Belanda : Van Maarseven
-
UNCI
: Chritley dari Australia
Suasana Round Table Conference di Den Haag Belanda
Sumber : 30 Th Indonesia Medeka
|
Hasil KMB antara lain :
1.
Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Negara RIS paling lambat akhir Desember 1949
2.
Penyelesaian masalah Irian Barat ditunda 1 tahun setelah penyerahan kedaulatan.
Sebagai tindak lanjut
dari KMB, maka pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan upoacara penyerahan
kedaulatan di 3 tempat secara bersamaan, yaitu :
Den haag (Belanda)
penyerahan kedaulatan
dari Ratu Yuliana kepada Drs. Moh. Hatta selaku wakil pemerintah RIS.
Jakarta
Penmyerahan kedaulatan
dari wakil pemerintah Belanda H.J. Lovink kepada wakil pemerintah RI Sri Sultan
Hamengku Buwono IX
3)
di Yogyakarta penyerahan mandat dari Ir.
Soekarno selaku Poresiden RIS kepada Mr. Asaat selaku Pejabat Sementara
Presiden RI
Sejak
tanggal 27 Desember 1949 terbentuklah pemerintahan RIS yang terdiri dari 17
Negara bagian (salah satunya adalah RI di Yogyakarta) dan beribu kota di
Jakarta, serta menggunakana Konstitusi RIS 1949. Sedangkan RI di Yogyakarta
tetap menggunakan UUD 1945.
KEADAAN EKONOMI KEUANGAN PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN
Keadaan ekonomi keuangan pada
masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
- Inflasi yang sangat tinggi
Disebabkan
karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada saat
itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 milyar.
Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6
milyar. Jumlah itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa
kota besar di Indonesia dan menguasai bank-bank.
Dari
bank-bank itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 milyar untuk
keperluan operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat
inflasi ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang
petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang. Pada
waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang
berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946,
Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu)
mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada
bulan Oktober
1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI
(Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori
moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat
harga.
Pada saat
kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI yang baru,
Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford mengumumkan berlakunya uang NICA di
daerah-daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti
uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana
Menteri Syahrir memproses tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak
Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum
ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang
baru.
Oleh karena
itulah pada bulan Oktober
1946 Pemerintah RI, juga melakukan hal yang sama yaitu mengeluarkan
uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia
(ORI) sebagai pengganti uang Jepang. Untuk melaksanakan koordinasi dalam
pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah membentuk Bank Negara
Indonesia pada tanggal 1 November 1946.
Bank Negara ini semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli
1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo.
Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.
- Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
Blokade laut ini dimulai pada
bulan November 1945 ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI. Adapun
alasan pemerintah Belanda melakukan blokade ini adalah:
- Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
- Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
- Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
- Kas negara kosong.
- Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
- Tanah pertanian rusak
- Tenaga kerja dijadikan romusha
- Tanah pertanian ditanami tanaman keras
Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
- Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
- Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India seberat 500000 ton, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
- Konferensi ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
- Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
- Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 yaitu mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
- Pada tanggal 19 Januari 1947 dibentuk Planing Board (badan perancang ekonomi yang bertugas untuk membuat rencana pembangunan ekonomi jangka waktu 2 sampai tiga tahun). Kemudian IJ Kasimo sebagai menteri Persediaan Makanan Rakyat menghasilkan rencana produksi lima tahun yang dikenal dengan nama Kasimo Plan, yang isinya
- Memperbanyak kebun bibit dan padi unggul
- Pencegahan penyembelihan hewan pertanian
- Penanaman kembali tanah kosong
- Pemindahan penduduk (transmigrasi) 20 juta jiwa dari Jawa ke Sumatera dalam jangka waktu 1-15 tahun.
Demokrasi Terpimpin
Kehidupan ekonomi Indonesia
hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang
menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi
adalah sebagai berikut.
Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan
nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke
atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri
Keuangan Syafruddin Prawiranegara
pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret
1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950.
Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak
dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas
menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang
beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan
mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng
merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi
yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan
oleh Sumitro Djojohadikusumo
(menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi
kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia).
Programnya adalah:
- Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
- Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
- Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
- Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan
dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April
1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa
Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini
tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin
besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
- Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
- Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
- Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
- Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
- Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
- Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya adalah program ini
menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada
1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya
sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan
bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan
ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen
yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa
nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan
nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat
peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah
Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan
moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya
ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis. Perubahan mengenai
nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank
sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24
tahun 1951.
Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba
diprakarsai oleh Iskaq
Tjokrohadisurjo (menteri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari
program ini adalah:
- Untuk memajukan pengusaha pribumi.
- Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
- Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
- Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai
pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai
pengusaha non pribumi khususnya Cina. Dengan pelaksanaan kebijakan
Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan
tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki
jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu
bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat
berjalan dengan baik sebab:
- Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
- Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
- Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap
dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah
finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini
dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung.
Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang
berisi:
- Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
- Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
- Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda
tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak.
Tanggal 13 Februari 1956
Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara
sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda.
Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani
undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang
menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih
perusahaan Belanda tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)