Jumat, 20 April 2012

My dreams for you all....JANGAN PERNAH MENYERAH UNTUK CITA- CITAMU



Bahan Ajar SEJARAH INDONESIA


Bahan Ajar KD 1

Peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945
 dan Pembentukan Pemerintah Indonesia

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia / BPUPKI ( Dokuritsu Junbi Cosakai atau dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 63 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan R.P. Soeroso.
Adapun latar belakang pembentukan BPUPKI secara formil, termuat dalam Maklumat Gunseikan nomor 23 tanggal 29 Mei 1945, dilihat dari latar belakang dikeluarnya Maklumat No. 23 itu adalah karena kedudukan Facisme (kekuasaan) Jepang yang sudah sangat terancam. Maka sebenarnya, kebijaksanaan Pemerintah Jepang dengan membentuk BPUPKI bukan merupakan kebaikan hati yang murni tetapi Jepang hanya ingin mementingkan dirinya sendiri, yaitu pertama; Jepang ingin mempertahankan sisa-sisa kekuatannya dengan cara memikat hati rakyat Indonesia, dan yang kedua; untuk melaksanakan politik kolonialnya.
Pada tahun 1944 Saipan jatuh ke tangan sekutu.dengan pasukan Jepang di Papua Nugini Kepulauan Solomon,dan Kepulauan Marshall yang berhasil di pukul mundur oleh pasukan Sekutu. Dalam situasi kritis tersebut,pada tanggal 1 maret 1945 Letnan Jendral Kumakici Harada , pimpinan pemerintah pendudukan jepang di jawa , mengumumkan pembentukan badan penyelidik Usaha-usaha persiapan kemerdekan INDONESIA (Dokuritsu Junbi Cosakai) . pengangkatan pengurus ini di umumkan pada tanggal 29 april 1945 .
dr.Radjiman Wediodiningrat diangkat sebagai (Kaico), sedangkan yang duduk sebagai ketua muda (fuku kico) pertama di jabat oleh seorang jepang , Shucokai cirebon yang bernama Icibangase . R .P .Suroso diangkat sebagai kepala sekertariat dengan di bantu oleh Toyohiti Masuda dan Mr. A. G . Pringodigdo pada tanggal 28 mei 1945 dilangsungkan upacara peresmian badan penyelidik Usaha-Usaha persiapan kemerdekaan bertempat di gedung Cuo sangi in, jalan pejambon (Sekarang GedungDepartemen Luar negri) , Jakarta. Upacara peresmian itu dihadiri pula oleh dua pejabat jepang yaitu jendral Itagaki (panglima tentara ke tujuh yang bermarkas di singapura) dan letnan jendral Nagano (panglima tentara Keenam belas yang baru ). Pada kesempatan itu di kibarkan bendera jepang ,Hinomaru oleh Mr.A.G. pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera merah putih oleh toyohiko Masuda.
Rapat Pertama BPUPKI
Rapat pertama diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad, lembaga DPR pada jaman kolonial Belanda.
Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas yaitu:
  1. peri kebangsaan
  2. peri ke Tuhanan
  3. kesejahteraan rakyat
  4. peri kemanusiaan
  5. peri kerakyatan
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu
  1. persatuan
  2. mufakat dan demokrasi
  3. keadilan sosial
  4. kekeluargaan
  5. musyawarah
Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan lima asas pula yang disebut Pancasila yaitu:
  1. Kebangsaan Indonesia
  2.  Internasionalisme Dan Peri Kemanusiaan
  3.  Mufakat Atau Demokrasi
  4.  Kesejahteraan Sosial
  5.  Ketuhanan Yang Maha Esa
Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau bilamana diperlukan dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:
a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan yang berkebudayaan
Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di atas bila diperas kembali disebutnya sebagai Ekasila yaitu merupakan sila gotong royong merupakan upaya Soekarno dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan. Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila, Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.
Masa antara Rapat Pertama dan Kedua
Sampai akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:
  1. Ir. Soekarno (ketua)
  2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
  3. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
  4. Mr. Muhammad Yamin (anggota)
  5. KH. Wachid Hasyim (anggota)
  6. Abdul Kahar Muzakir (anggota)
  7. Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
  8. H. Agus Salim (anggota)
  9. Mr. A.A. Maramis (anggota)
Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:
1.  Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.  Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.  Persatuan Indonesia
4.  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan  perwakilan
5.  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rapat Kedua
Rapat kedua berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.
Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:
  1. Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
  2. Mr. Wongsonegoro
  3. Mr. Achmad Soebardjo
  4. Mr. A.A. Maramis
  5. Mr. R.P. Singgih
  6. H. Agus Salim
  7. Dr. Soekiman
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu:
 a. pernyataan Indonesia merdeka
 b. pembukaan UUD
c. batang tubuh UUD

PEMBENTUKAN  PPKI
Pada tanggal 7 agustus 1945 BPUPKI di bubarkan sebagai penggantinya pemerintah pendudukan jepang membentuk PPKI .Ir. soekarno untuk sebagai ketua PPKI dan Drs. Muh. Hatta ditunjuk sebagai wikil ketuanya , sedangkan Mr.Ahmad Soerbadjo ditunjuk sebagai penasehatnya .
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan  membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dengan anggota berjumlah 21 orang sebagai upaya pencerminan perwakilan etnis, terdiri berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari maluku, 1 orang dari Tionghoa.
PERISTIWA  RENGASDENGKLOK
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari “penculikan” yang dilakukan oleh sejumlah pemuda (a.l. Adam Malik dan Chaerul Saleh dari Menteng 31 terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Kamis, 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong. Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang “dipinjam” (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.
 
PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI
Sebelum mereka mulai merumskan naskah proklamasi . Kalimat pertama dari naskah proklamasi merupakan saran dari Mr.Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan BPUPKI , sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran dari Drs .Moh. Hatta.
PELAKSANAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN
Pimpinan bangsa indonesiia telah berdatangan ke jalan pegang saat Timur. Adapun susunan acara yang telah dipersiapkan adalah :
1. pembacaan proklamasi
2. pengibaran bendera merah putih
3. sambutan wali kota Soewirjo dan dr.Muwardi
PENYEBARAN BERITA PROKLAMASI
Berita proklamasi yang sudah meluas di seluruh jakarta disebarkan keseluruh indonesia. Selain lewat radio, berita proklamasi juga disiarkan lewat pers dan surat sebaran.
REAKSI RAKYAT TERHADAP PROKLAMASI KEMERDEKAAN
Reaksi berbagai daerah di indonesia terhadap proklamasi kemerdekaan Republik indonesia adalah terjadinya perubahan kekuasaan , baik dengan cara kekerasan maupun dengan cara perundingan .
PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN INDONESIA
Pembentukaan Pelengkapan Negara
A.  sidang PPKI tanggal 18 agustus 1945
      1. pembahasan dan pengesahaan UUD
    2. penmgangkatan presiden dan wakil presiden
    3. pembentukan komite nasional
B.  sidang PPKI tgl 19 agustus 1945
    1.  pembagia wilayah Indonesia menjadi 8 propinsi beserta Gubernur
    2.  pembentukan komite Nasionol
    3.  menetapkan 12 kementrian
C. siding PPKI tgl 22 agustus 1945
    1.  pembentukan komite nasionol
    2.  pembentukan partai nasional Indonesia
    3.  pembentukan bsdan keamanan Rakyat (bkr)
·         kebinet presidensil pertama
·          maklumat pemerintah no.x tgl 16 oktobor 1945
·          maklumat pemerintah tanggal 3 november 1945
·         maklumat pemerintah tgl 14 november 1945

KESIMPULAN
  1. Hakekat Pancasila adalah Dasar Negara. Oleh karena itu, harus diucapkan dengan satu nafas “Pancasila Dasar Negara”.
  2. Rumusan Otentik Pancasila Dasar Negara adalah rumusan dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
  3. Badan-badan yang bersangkutan dengan perumusan Pancasila Dasar Negara adalah BPUPKI dan PPKI.
  4. Kronologi Pancasila Dasar Negara:
1.      28 Mei 1945                : Peresmian BPUPKI dan persidangan pertama BPUPKI   
                                                              dimulai-pidato Moh. Yamin.
2.      31 Mei 1945                : Pidato Soepomo
3.      1 Juni 1945                  : Pidato Soekarno, persidangan pertama selesai.
4.      22 Juni 1945                : Perumusan Piagam Jakarta.
5.      10 s/d 16 Juli 1945       : Persidangan ke-2 BPUPKI tentang draf UUD 1945
6.      18 Agustus 1945          : Pengesahan UUD 1945.
Tahap-tahap dalam Perumusan Pancasila Dasar Negara :
Individual :
      1. Muh. Yamin                       (29 Mei 1945)
      2. Supomo                             (31 Mei 1945)
      3. Soekarno         (1 Juni 1945), yaitu Pencetusan nama Pancasila.
                         Kolektif :
1.      Panitia Sembilan                 (22 Juni 1945)
2.      Sidang II BPUPKI (10-16 Juli 1945)
3.      Sidang PPKI                      (18 Agustus 1945)



Bahan Ajar KD 1.2


Perkembangan Ekonomi-Keuangan dan
Politik pada Masa Awal Kemerdekaan sampai Tahun
1950

·         Menjelaskan pusat- pusat konflik Indonesia- Belanda di   berbagai daerah
·         Perkembangan situasi politik dan kenegaraan Indonesia di awal kemerdekaan
·         Konflik Indonesia-Belanda dalam  upaya mempertahankan kemerdekaan
·         Perbedaan strategi dan ideologi pada pemerintahan kabinet Syahrir, Amir Syarifuddin, dan Hatta dalam menghadapi Belanda
·         Perjuangan diplomasi Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan
·         Konferensi Meja Bundar dengan lahirnya NKRI serta berkelanjutan konflik Indonesia- Belanda (Irian Barat)

Kedatangan SEAC (South East Asia Command) bertanggung jawab atas India, Burma, Srilanka, Malaya, Sumatra, Jawa dan Indocina. SEAC dengan panglima Lord Mountbatten sebagai Komando Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara bertugas melucuti bala tentera Jepang dan mengurus pengembalian tawanan perang dan tawanan warga sipil sekutu (Recovered Allied Prisoners of War and Internees/RAPWI) di Indonesia.

Mendaratnya Belanda diwakili NICA

Berdasarkan Civil Affairs Agreement, pada 23 Agustus 1945 Inggris bersama tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh. 15 September 1945, tentara Inggris selaku wakil Sekutu tiba di Jakarta, dengan didampingi Dr. Charles van der Plas, wakil Belanda pada Sekutu. Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J van Mook, ia dipersiapkan untuk membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio Ratu Wilhelmina tahun 1942 (statkundige concepti atau konsepsi kenegaraan), tetapi ia mengumumkan bahwa ia tidak akan berbicara dengan Soekarno yang dianggapnya telah bekerja sama dengan Jepang. Pidato Ratu Wilhemina itu menegaskan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran yang di antara anggotanya ialah Kerajaan Belanda dan Hindia Belanda, di bawah pimpinan Ratu Belanda.

Pertempuran melawan Sekutu dan NICA

Terdapat berbagai pertempuran yang terjadi pada saat masuknya Sekutu dan NICA ke Indonesia, yang saat itu baru menyatakan kemerdekaannya. Pertempuran yang terjadi di antaranya adalah:
  1. Peristiwa 10 November, di daerah Surabaya dan sekitarnya.
  2. Palagan Ambarawa, di daerah Ambarawa, Semarang dan sekitarnya.
  3. Perjuangan Gerilya Jenderal Soedirman, meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur
  4. Bandung Lautan Api, di daerah Bandung dan sekitarnya.

Ibukota pindah ke Yogyakarta

Karena situasi keamanan ibukota Jakarta (Batavia saat itu) yang makin memburuk, maka pada tanggal 4 Januari 1946, Soekarno dan Hatta dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus pula memindahkan ibukota. Meninggalkan Sutan Syahrir dan kelompok yang pro-negosiasi dengan Belanda di Jakarta.[1]
Pemindahan ke Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan kereta api, yang disebut dengan singkatan KLB (Kereta Luar Biasa). Orang lantas berasumsi bahwa rangkaian kereta api yang digunakan adalah rangkaian yang terdiri dari gerbong-gerbong luar biasa. Padahal yang luar biasa adalah jadwal perjalanannya, yang diselenggarakan di luar jadwal yang ada, karena kereta dengan perjalanan luar biasa ini, mengangkut Presiden beserta Wakil Presiden, dengan keluarga dan staf, gerbong-gerbongnya dipilihkan yang istimewa, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA) untuk VVIP.

Perubahan sistem pemerintahan

Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.
Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari sistem Presidensiil menjadi sistem Parlementer) memungkinkan perundingan antara pihak RI dan Belanda. Dalam pandangan Inggris dan Belanda, Sutan Sjahrir dinilai sebagai seorang moderat, seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang.

 Diplomasi Syahrir

Ketika Syahrir mengumumkan kabinetnya, 15 November 1945, Pihak Republik Indonesia memiliki alasan politis untuk mengubah sistem pemerintahan dari Presidensiil menjadi Parlementer, karena seminggu sebelum perubahan pemerintahan itu, Den Haag mengumumkan dasar rencananya. Ir Soekarno menolak hal ini, sebaliknya Sjahrir mengumumkan pada tanggal 4 Desember 1945 bahwa pemerintahnya menerima tawaran ini dengan syarat pengakuan Belanda atas Republik Indonesia.

Perjanjian Linggarjati

Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu Van Mook dalam perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan di bulan Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus Inggris, Lord Killearn. Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah mengalami tekanan berat -terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal 15 November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut :
·                          Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949,
·                          Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia
·                          Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
A.    Perjuangan Bersenjata dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan
1.      Perjuangan Bersenjata
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Oleh Sekutu pasukan pendudukan Jepang di Indonesia diharuskan mempertahankan status quo. Akan tetapi keadaan Indonesia telah berubah, Indonesia sudah merdeka dan bertekad untuk mempertahankan kemerdekaannya. Serentak dengan itu, rakyat langusng bertindak untuk melaksanakan pemindahan kekuasaan dari tangan Jepang dan menegakkan kedaulatan negara Republik Indonesia yang baru berdiri. Kantor-kantor pemerintah, objek-objek vital seperti kantor telekomunikasi, pelabuhan, lapangan udara, dan lain-lain serta merta diambil alih oleh rakyat Indonesia. Jalannya pengambilalihan tidak selalu lancar, sebagian pihak Jepang mempertahankan demi status quo, tetapi sebagian lagi menyerahkan tanpa perlawanan demi keselamatan jiwanya.
Di samping pengambilalihan kekuasaan, rakyat juga berusaha untuk memperoleh senjata-senjata Jepang. Pada umumnya pihak Jepang enggan menyerahkan senjatanya kepada pihak Indonesia, hingga terjadilah pertempuran-pertempuran melawan pasukan Jepang yang berlangsung dari bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 1945.
Sementara itu tentara Sekutu mulai mendarat di Jakarta. Misi sekutu ini dikirim oleh South East Asia Command dari Singapura dengan tugas mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia menjelang pendaratan pasukan sekutu. Pada tanggal 16 September 1945 Laksamana Muda W.R Petterson dan Panglima SEAC Lord Louis Mountbatten mendarat di Tanjung Priok dengan kapal Cumberland yang diboncengi oleh Van der Plaas wakil H.J van Mook kepala NICA.
Pada tanggal 29 September 1945, sekutu mendarat di Indonesia (Jakarta) dengan komando khusus yang diberi nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNE) di bawah pimpinan Jendar Sir Philip Christison dengan tugas sebagai berikut :
a.       Menerima penyerahan dari tangan Jepang
b.      Membebaskan para tawanan perang dan interniran sekutu
c.       Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
d.      Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil.
e.       Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di pengadilan sekutu.

Kedatangan pasukan Sekutu, semula disambut dengan sikap terbuka oleh pihak Indonesia. Akan tetapi setelah diketahui bahwa pasukan Sekutu membaw orang-orang NICA yang hendak menegakkan kembali kekuasaan Hindia Belanda, maka sikap Indonesia mulai berubah menjadi curiga. Kecurigaan bangsa Indonesia semakin terbukti setelah NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang dan mulai memancing kerusuhan di berbagai kota besar di Jawa. Hal inilah yang kemudian menjadikan pihak Indonesia bermusuhan dengan pihak sekutu.
Menyadari bahwa tugas sekutu tidak akan berhasil tanpa bantuan Republik Indonesia, Jenderal Christison bersedia berunding dan pada tanggal 1 Oktober 1945, sekutu mengakui Negara Republik Indonesia secara de facto. Namun kenyataannya, tentara sekutu selalu menjadi pemicu insiden bahkan pertempuran dengan pihak Indonesia.
Berdasarkan kenyataan di atas, jelas bahwa dalam upaya penegakkan dan mempertahankan kemerdekaan, bangsa Indonesia harus berhadapan dengan pihak Jepang, sekutu, dan Belanda. Pertempuran-pertempuran penting adalah sebagai berikut :
a.      Insiden Bendera Surabaya (19 September 1945)
Peristiwa ini terjadi karena tindakan dair beberapa orang Belanda yang mengibarkan bendera Belanda (merah, putih, biru) di puncak Hotel Yamato dan berhasil disobek bagian yang birunya, kemudian bendera dinaikkan kembali dengan warna merah putih.
b.      Pertempuran Lima Hari di Semarang
Peristiwa ini diawali dengn adanya desas desus bahwa cadangan air minum di daerah Candi diracun oleh Jepang. Untuk membuktikan kebenarannya, dr. Karyadi, Kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat melakukan pemeriksaan. Pada sat melakukan pemeriksaan, ia ditembak oleh Jepang sehipngga gugur. Dengan gugurnya dr. Karyadi kemarahan rakyat khususnya pemuda tidak dapat dihindarkan dan terjadilah pertempuran yang menimbulkan banyak korban. Di pihak pemuda Semarang 2000 orang tewas dan 100 orang bala tentara Jepang.
Untuk mengenang peristiwa itu, di Semarang didirikan Tugu Muda dan untuk mengenang jasa dr. Karyadi namanya diabadikan menjadi nama sebuah rumah sakit umum di Semarang.
c.       Pertempuran Surabaya (10 November 1945)
Sekutu mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945 dengan pasukan Brigade 49 divisi 23 dibawah pimpinan Jenderal Mallaby. Kedatangan sekutu mengadakan serbuan terhadap penjara republik untuk membebaskan perwira-perwira sekutu dan pegawai RAPWI (Relief of Allied Prisoners of War and Internees) yang ditawan pihak Indonesia.
Sebagai balasan dari tindakan pihak sekutu, tanggal 28 dan 29 Oktober 1945 pos-pos sekutu diserbu oleh rakyat Surabaya. Hanya dalam waktu yang singkat pasukan Inggris nyaris hancur sehingga pimpinan militer Inggris meminta kepada Presiden Soekarno untuk menghentikannya. Akan tetalh setelah Soekarno, Hatta dan Amir Syarifuddin kembali ke Jakarta pertempuran meletus kembali. Dalam insiden di gedung International Jembatan Merah, Jenderal Mallaby ditemukan tewas.
Pada tanggal 9 November 1945, Panglima sekutu untuk wilayah Jawa Timur Mayor Mansergh mengeluarkan ultimatum yang isinya “Bahwa semua pimpinan bangsa Indonesia menyerahkan senjata dengan membawa bendera Merah Putih dan mengangkt tangan sebagai tanda menyerah pada tempat-tempat yang telah ditentukan sampai batas waktu pukul 06.00 tanggal 10 November 1945” Rakyat Surabaya di bawah pimpinan Bung Tomo, Sungkono dan Gubernur Suryo menolak ultimatum tersebut serta mulai bersiap-siap menghadapi gempuran sekutu. Pada tanggal 10 November 1945 Surabaya digempur oleh pasukan sekutu dari darat, laut dan udara. Untuk melambangkan kepahlawanan bangsa Indonesia (rakyat Surabaya) maka peristiwa 10 November diabadikan sebagai Hari Pahlawan.
d.      Pertempuran Ambarawa (21 November 1945)
Pertempuran Ambarawa meletus karena pembebasan secara sepihak interniran Belanda di Magelang dan Ambarawa. Pertempuran awal terjadi di Desa Jambu dan Ngipik di bawah pimpinan Letkol Isdiman, Letkol Sarbini, dan Suryosumpeno. Dalam usaha mempertahankan dua desa tersebut Letkol Isdiman gugur. Dengan gugurnya Letkol Isdiman, pimpinan pertempuran diambil alih oleh Kolonel Soedirman.
Kehadiran Soedirman menumbuhkan semangat baru bagi pasukan Republik Indonesia. Pada tanggal 23 November berlangsung pertempuran dengan pasukan sekutu yang bertahan di Kompleks Gereja dan perkuburan Belanda di Jalan Margo Agung. Pasukan Soedirman mendpat bantuan dari Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Salatiga, dan Magelang. Mereka menggunakan taktik menyerang serentak dari segala sektor secara bersamaan. Akhrnya tanggal 15 Desember 1945  pasukan Indonesia berhasil menghalau sekutu mundur ke Semarang. Peristiwa itu dikenal dengan nama “Palagan Ambarawa”. Untuk mengenang jasa Letkol Isdiman, namanya diabadikan menjadi nama Museum (Museum Isdiman)
e.       Pertempuran Medan Area (20 Desember 1945)
Sulitnya komunikasi menyebabkan berita proklamasi terlambat diterima oleh rakyat di daerah-daerah. Berita proklamasi baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945 yang dibawah oleh Mr. Teuku Moh. Hassan sebagai Gubernur Sumatera. Menanggapi berita ini  para pemuda di bawah pimpinan Achmad Tahir membentuk barisan pemuda Indonesia. Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi pertempuran pertama dalam upaya merebut dan mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dari tangan Jepang.
Pendaratan sekutu ke Medan terjadi pada tanggal 19 Oktober 1945 dibawah pimpinan T.E.D Kelly. Namun sebelumnya Belanda dibawah pimpinan Westerling juga mendarat di Medan. Hal ini menyebabkan timbulnya bentrokan antara rakyat dengan pasukan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 Sekutu melancarkan serangan terhadap seluruh Medan yang mengakibatkan banyak jatuh korban di kedua belah pihak.
f.       Bandung Lautan Api (23 Maret 1946)
Tentara Sekutu menuntut agar rakyat menyerahkan senjata-senjata yang diperoleh dari tangan Jepang. Selanjutnya pada tanggal 21 November 1945 tentara sekutu mengeluarkan ultimatum yang berbunyi “bahwa selambat-lambatnya tanggal 29 November 1945 kota Bandung bagian utara untuk dikosongkan”. Pemuda dan rakyat Bandung tidak mengindahkan ultimatum tersebut sehingga insiden-insiden dengan pasukan sekutu sering terjadi.
Untuk kedua kalinya Sekutu pada tanggal 23 Maret 1946 mengeluarkan ultimatum yang isinya “agar kota Bandung seluruhnya dikosongkan”. Menanggapi ultimatum tersebut TRI Bandung menerima perintah dari Jakarta agar Kota Bandung dikosongkan, akan tetapi dari markas TRI Yogyakarta memerintahkan agar kota Bandung dipertahankan. Akhirnya rakyat Bandung mematuhi perintah dari Jakarta, namun sebelum meninggalkan kota, mereka mengadakan penyerangan dan membumihanguskan Bandung bagian selatan. Tujuan tindakan ini agar pos-pos penting dan tempat-tempat yang vital tidak dapat dipergunakan oleh pihak lawan. Peristiwa politik bumi hangus itulah kemudian dikenal dengan sebutan “Bandung Lautan Api”

 Agresi Militer I

Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung tiba, Belanda terus "mengembalikan ketertiban" dengan "tindakan kepolisian". Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam (tepatnya 21 Juli 1947) mulailah pihak Belanda melancarkan 'aksi polisionil' mereka yang pertama.
Aksi Belanda ini sudah sangat diperhitungkan sekali dimana mereka telah menempatkan pasukan-pasukannya di tempat yang strategis. Pasukan yang bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan-dalam di Jawa Di Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi- instalasi minyak dan batubara di sekitar Palembang, dan daerah Padang diamankan. Melihat aksi Belanda yang tidak mematuhi perjanjian Linggarjati membuat Sjahrir bingung dan putus asa, maka pada bulan Juli 1947 dengan terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, karena sebelumnya dia sangat menyetujui tuntutan Belanda dalam menyelesaikan konflik antara pemerintah RI dengan Belanda.
Menghadapi aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya bisa bergerak mundur dalam kebingungan dan hanya menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dan bagi Belanda, setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini menimbulkan keinginan untuk melanjutkan aksinya kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook, berkeinginan merebut Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris yang menjadi sekutunya tidak menyukai 'aksi polisional' tersebut serta menggiring Belanda untuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap Republik.

Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri

Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda I pada bulan Juli, pengganti Sjahrir adalah Amir Syarifudin yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Pertahanan.

1948

Perjanjian Renville

Sementara peperangan sedang berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas desakan Australia dan India, mengeluarkan perintah peletakan senjata tanggal 1 Agustus 1947, dan segera setelah itu mendirikan suatu Komisi Jasa-Jasa Baik, yang terdiri dari wakil-wakil Australia, Belgia dan Amerika Serikat, untuk menengahi perselisihan itu .
Tanggal 17 Januari 1948 berlangsung konferensi di atas kapal perang Amerika Serikat, Renville, ternyata menghasilkan persetujuan lain, yang bisa diterima oleh yang kedua belah pihak yang berselisih. Akan terjadi perdamaian yang mempersiapkan berdirinya zone demiliterisasi Indonesia Serikat akan didirikan, tetapi atas garis yang berbeda dari persetujuan Linggarjati, karena plebisit akan diadakan untuk menentukan apakah berbagai kelompok di pulau-pulau besar ingin bergabung dengan Republik atau beberapa bagian dari federasi yang direncanakan Kedaulatan Belanda akan tetap atas Indonesia sampai diserahkan pada Indonesia Serikat.
Pada tanggal 19 Januari ditandatangani persetujuan Renville Wilayah Republik selama masa peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi ketimbang persetujuan Linggarjati : hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Jogja dan delapan Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa -Banten tetap daerah Republik Plebisit akan diselenggarakan untuk menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer. Perdana menteri Belanda menjelaskan mengapa persetujuan itu ditandatangani agar Belanda tidak "menimbulkan rasa benci Amerika".
Sedikit banyak, ini merupakan ulangan dari apa yang terjadi selama dan sesudah perundingan Linggarjati. Seperti melalui persetujuan Linggarjati, melalui perundingan Renville, Soekarno dan Hatta dijadikan lambang kemerdekaan Indonesia dan persatuan Yogyakarta hidup lebih lama, jantung Republik terus berdenyut. Ini kembali merupakan inti keuntungan Seperti sesudah persetujuan Linggarjati, pribadi lain yang jauh dari pusat kembali diidentifikasi dengan persetujuan -dulu Perdana Menteri Sjahrir, kini Perdana Menteri Amir- yang dianggap langsung bertanggung jawab jika sesuatu salah atau dianggap salah.

Runtuhnya Kabinet Amir dan naiknya Hatta sebagai Perdana Menteri

Dari adanya Agresi Militer I dengan hasil diadakannya Perjanjian Renville menyebabkan jatuhnya Kabinet Amir. Seluruh anggota yang tergabung dalam kabinetnya yang terdiri dari anggota PNI dan Masyumi meletakkan jabatan ketika Perjanjian Renville ditandatangani, disusul kemudian Amir sendiri meletakkan jabatannya sebagai Perdana Menteri pada tanggal 23 Januari 1948. Dengan pengunduran dirinya ini dia mungkin mengharapkan akan tampilnya kabinet baru yang beraliran komunis untuk menggantikan posisinya. Harapan itu menjadi buyar ketika Soekarno berpaling ke arah lain dengan menunjuk Hatta untuk memimpin suatu 'kabinet presidentil' darurat (1948-1949), dimana seluruh pertanggungjawabannya dilaporkan kepada Soekarno sebagai Presiden.
Perjanjian Renville tidak lebih baik daripada perundingan di Linggarjati. Kedua belah pihak menuduh masing-masing melanggar perdamaian, dan Indonesia menuduh Belanda mendirikan blokade dengan maksud memaksanya menyerah. Bulan Juli 1948, Komisi Jasa-jasa Baik, yang masih ada di tempat mengawasi pelaksanaan persetujuan itu, melaporkan bahwa Indonesia mengeluh akan gencatan senjata yang berulang-ulang.

1948-1949

Agresi Militer II

Agresi Militer II terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Perjanjian Roem Royen

Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda, terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem Royen.

Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta

Serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III -dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat- berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI -berarti juga Republik Indonesia- masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.

Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949. Yang menghasilkan kesepakatan:

Penyerahan kedaulatan oleh Belanda

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/b/b5/Hatta-belanda.jpg/200px-Hatta-belanda.jpg
Bung Hatta di Amsterdam, Belanda menandatangani perjanjian penyerahan kedaulatan.
 Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, selang empat tahun setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Pengakuan ini dilakukan ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam..

 

Perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi
Bentuk pergolakan dan pemberontakan antara lain:
Pasca Proklamasi Kemerdekaan, perjuangan bangsa Indonesia belum selesai dan sangat berat. Mengapa? Sebab menghadapi dua musuh dalam perjuangan. Di satu sisi harus berjuang mem-pertahankan kemerdekaan dari ancaman Sekutu dan NICA. Sementara disisi lain harus menghadapi tindakan makar dari gerakan separatis. Mereka menikam dari belakang, di saat bangsa membutuhkan kekuatan untuk mempertahankan kemerdekaan. Tindakan makar itu tidak bisa dibiarkan, harus ditumpas. Berkat kesigapan TNI yang didukung rakyat, akhirnya pemberontakan dapat ditumpas. Agar kalian lebih jelas, ikutilah pembahasan berikut ini!
PKI MADIUN 1948
Membahas tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir jatuh? Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya,pada tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta.
Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan dari siapa pun. Dalam kondisi bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas pemberontakan yang relatif besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.
 Pembrotakan DI/TII ( Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia)
1.      DI/TII Jawa Barat
Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (DI) dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.
2.      DI/TII Jawa Tengah
Gerakan DI/TII juga menyebar ke Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudian diangkat sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia. Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan ini berhasil dihancurkan pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi-Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.
3.      DI/TII Aceh
Adanya berbagai masalah antara lain masalah otonomi daerah, pertentangan antargolongan, serta rehabilitasi dan modernisasi daerah yang tidak lancar menjadi penyebab meletusnya pemberontakan DI/TII di Aceh. Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh yang pada tanggal 20 September 1953 memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan kombonasi operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata dari musyawarah tersebut ialah pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.
4.      DI/TII Sulawesi Selatan
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.
Andi Aziz
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan adalah :
1.       Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur.
2.       Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
3.     Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.

Karena tindakan Andi Azis tersebut maka pemerintah pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan. Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
APRA ( Angkatan Perang Ratu Adil )

             Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL timbul Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian Republik Indonesia Serikat. APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA diakui sebagai Tentara Pasundan dan menolak dibubarkannya Pasundan/negara Federal tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA melancarkan teror, APRA berhasil ditumpas. Ternyata dalang gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Rencana gerakannya di Jakarta ialah menangkap beberapa menteri Republik Indonesia Serikat yang sedang menghadiri sidang kabinet dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada Staf Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang. Rencana tersebut berhasil diketahui dan diambil tindakan preventif, sehingga sidang kabinet ditunda. Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.
RMS  ( Republik Maluku Selatan )
Pada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) yang dilakukan oleh Dr. Ch. R. S. Soumokil mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur. Soumokil sebenarnya terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Namun, setelah gagalnya gerakan itu ia melarikan diri ke Maluku Tengah dengan Ambon sebagai pusat kegiatannya. Untuk itu pemerintah mengutus Dr. Leimena untuk mengajak berunding. Misi Leimena tidak berhasil karena RMS menolak untuk berunding. Pemerintah bertindak tegas, pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang dikirimkan ke Ambon. Dalam pertempuran memperebutkan benteng New Victoria, Letkol Slamet Riyadi tertembak dan gugur. Pada tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi mendarat di Ambon dan bagian utara pulau itu berhasil dikuasai. Tanggal 2 Desember 1963 Dr. Soumokil berhasil ditangkap selanjutnya tanggal 21 April 1964 diadili oleh Mahkamah Militer Laut Luar Biasa dan dijatuhi hukuman mati.



PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia)
Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan pemerintah daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut.
1.      Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
2.       Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
3.       Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
4.       Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD.
Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara. Agar semakin tidak membahayakan negara, pemerintah melancarkan operasi militer untuk menumpas PRRI. Berikut ini operasi militer tersebut.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
2.      Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.
3.       Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
4.       Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
5.       Penumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari :
·         Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
·          Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono.
·          Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda.
·          Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat
Peristiwa G-30-S/PKI 1965.
1). Kondisi Politik Menjelang G 30 S/PKI
Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas-tugas berikut.
a.       Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
b.       Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c.        Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.
Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI.
a.       Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam persekongkolan (konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat.
b.       Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c.        Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
d.      Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.

Ketegangan politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30 September 1965 dini hari, atau awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat.
Seputar Penculikan Para Jenderal AD, Usaha Kudeta, dan Operasi Penumpasan
Peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira AD, kemudian dikenal Gerakan 30 S/PKI. Secara rinci para pimpinan TNI yang menjadi korban PKI ada 10 orang, yaitu 8 orang di Jakarta dan 2 orang di Yogyakarta. Mereka diangkat sebagai Pahlawan Revolusi.
2). Berikut ini para korban keganasan PKI.
a.       Di Jakarta
1.      Letjen Ahmad Yani, Men/Pangad.
2.       Mayjen S.Parman, Asisten I Men/Pangad.
3.      Mayjen R. Suprapto, Deputi II Men/Pangad.
4.       Mayjen Haryono, M.T, Deputi III Men/Pangad.
5.       Brigjen D.I. Panjaitan, Asisten IV Men/Pangad.
6.       Brigjen Sutoyo S, Inspektur Kehakiman/Oditur Jendral TNI AD.
7.       Lettu Piere Andreas Tendean, Ajudan Menko Hankam/ Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
8.       Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, Pengawal rumah Wakil P.M. II Dr. J. Leimena.
b.      Di Yogyakarta
1.  Kolonel Katamso D, Komandan Korem 072 Yogyakarta.
2.  Letnan Kolonel Sugiyono M., Kepala Staf Korem 072 Yogyakarta.
Jenderal Nasution berhasil meloloskan diri. Akan tetapi putrinya Ade Irma Suryani tertembak yang akhirnya meninggal tanggal 6 Oktober 1965, dan salah satu ajudannya ditangkap. Ajudan Nasution (Lettu Pierre A. Tendean), mayat tiga jenderal, dan tiga jenderal lainnya yang masih hidup dibawa menuju Halim. Di Halim, para jenderal yang masih hidup dibunuh secara kejam. Sejumlah anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut. Ketujuh mayat kemudian dimasukkan dalam sebuah sumur yang sudah tidak dipakai lagi di Lubang Buaya. Untuk mengenang peristiwa yang mengerikan tersebut, di Lubang Buaya dibangun Monumen Pancasila Sakti. Peristiwa pembunuhan juga terjadi di daerah Yogyakarta. Komandan Korem 072 Yogyakarta Kolonel Katamso dan Kepala Stafnya Letkol Sugiyono diculik dan dibunuh oleh kaum pemberontak di Desa Kentungan. Pagi hari sekitar jam 07.00 WIB Letkol Untung berpidato di RRI Jakarta. Dalam pidatonya, Letkol Untung mengatakan bahwa “Gerakan 30 September” adalah suatu kelompok militer yang telah bertindak untuk melindungi Presiden Soekarno dari kudeta. Kudeta itu direncanakan oleh suatu dewan yang terdiri atas jenderal-jenderal Jakarta yang korup yang menikmati penghasilan tinggi dan menjadi kaki tangan CIA (Agen Rahasia Amerika). Setelah mendengar pidato Letkol Untung di RRI, timbul kebingungan di dalam masyarakat. Presiden Soekarno berangkat menuju Halim. Presiden mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan, serta menjaga persatuan. Diumumkan pula bahwa pimpinan Angkatan Darat untuk sementara waktu berada langsung di tangan presiden sebagai Panglima Tertinggi ABRI. Selain itu melaksanakan tugas seharihari ditunjuk Mayjen Pranoto. Namun, di saat yang sama, tanpa sepengetahuan presiden Mayjen Soeharto mengangkat dirinya sebagai pimpinan AD.
3). Penumpasan G 30 S/PKI
Pada tanggal 2 Oktober 1965 Presiden Soekarno memanggil semua panglima angkatan ke Istana Bogor. Dalam pertemuan tersebut Presiden Soekarno mengemukakan masalah penyelesaian peristiwa G 30 S/PKI. Dalam rangka penjelasan G 30 S/PKI, presiden menetapkan kebijaksanaan berikut.
a. Penyelesaian aspek politik akan diselesaikan sendiri oleh presiden.
b. Penyelesaian aspek militer dan administratif diserahkan kepada Mayjen Pranoto
c. Penyelesaian militer teknis, keamanan, dan ketertiban diserahkan kepada Mayjen Soeharto

4). Dampak Sosial Politik dari Peristiwa G 30 S/PKI
Berikut ini dampak sosial politik dari G 30 S/PKI.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
d. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.
5. Pendapat para ahli tentang peristiwa G-30-S-1965/ PKI
Konsekuensi dari peristiwa yang samar dan melibatkan berbagai pihak menimbulkan penafsiran yang cukup beragam. Peristiwa Penculikan yang diikuti dengan perebutan kekuasaan serta pembasmian terhadap orang yang dianggap musuh politik menjadi suatu topik yang neraik, kompleks, membingungkan sekaligus menantang. Beberapa versi yang ada, antara lain:
1.      Pertama, interpretasi yang menekankan bahwa pelaku utama G 30 S adalah PKI. Sejak awal PKI telah berusaha merintis usaha untuk merebut kekuasaan, termasuk menyusupkan orang-orangnya ke kelompok lain, termasuk AD. Dewan Revolusi yang melakukan penculikan terhadap sejumlah perwira AD hanyalah organ pelaksana yang sejak awal sudah dikenaro oleh PKI. Pandangan ini antara lain dikemukakan oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh melalui bukunya (Tragedi Nasional, Percobaan Kup G 30 S/PKI di Indonesa), Sekretariat Negara ( Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia; Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya), Arnold Brackman ( The Communist Collapse in Indonesia).
2.      suatu interpretasi yang menekankan bahwa pelaku utama dari gerakan ini adalah Angkatan Darat sendiri. Konflik internal AD, terutama antara perwira senior yang konservatif dan suka hidup mewah dengan para perwira progresif yang prihatin dengan kehidupan masyarakat yang banyak susah sementara beberapa perwira tinggi militer justru hidup mewah. Termasuk diantaranya yang beranggapan bahwa kasus ini sebenarnya hanya terkait dengan Divisi Diponegoro. Beberapa pengarang yang beranggapan semacam ini antara lain MR Siregar (Tragedi Manusia dan Kemanusiaan, Kasus Indonesia: Sebuah Holokaus yang Diterima sesudah Perang Dunia Kedua), Coen Holtsappel (The 30 September Movement), Anderson dan Ruth McVey (A Preliminary Analysis of the October 1, 1965: Coup in Indonesia)
3.      pelaku utama dan kemudian yang harus bertanggungjawab terhadap peristiwa G 30 S adalah Letnan Jenderal Suharto sendiri. Dia yang sejak awal sudah diberitahu oleh Latief akan rencana penculikan serta tindakannya yang dengan cepat menumpas kelompok pemberontak hanya mungkin dapat dilaksanakan kalau yang bersangkutan tahu betul scenario yang ada. Beberapa tulisan yang terkait dengan interpretasi ini adalah Wimandjaya K.Litohoe (Primadosa), Imam Soedjono (Yang Berlawan, Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah PKI)
4.      Pandangan yang beranggapan bahwa pelaku utama dari peristiwa G 30 S adalah Presiden Sukarno sendiri. Para perwira yang tergabung dalam Dewan revolusi merupakan tokoh-tokoh yang sangat mengagumi Presiden Sukarno sekaligus sangat dekat dengan Presiden Sukarno. Termasuk beberapa tokoh di luar AD yang kemudian bertemu di Halim Perdanakusumah merupakan orang-orang dekat Sukarno. Presiden yang berusaha memperkuat posisinya ingin pimpinan AD semakin tunduk dan setia dengan kepemimpinannya. Tulisan ini antara lain dianut oleh Antonie C.A.Dake (In The Spirit of The Red Banteng: Indonesian Communism between Moscow and Peking, Sukarno File, Berkas-berkas Soekarno 1965-1967, Kronologi suatu keruntuhan) Soegiarso Soerojo (Siapa menabur Angin akan menuai Badai), John Hughes ( The End of Soekarno), Ulf Sundhaussen (Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwifungsi ABRI).
5.       Pandangan yang beranggapan bahwa peristiwa yang terjadi merupakan hasil skenario dari kekuatan yang diorganisir dan direncanakan oleh agen rahasia Amerika, CIA. Amerika yang sejak awal berusaha menguasai Indonesia, paling tidak menjadikan Indonesia sebagai sekutunya terus berusaha memperkuat pengaruhnya di Indonesia. Untuk itu Amerika sangat berkepentingan mengganti posisi Presiden Sukarno serta menyingkirkan pengaruh dan kekuatan PKI. Tulisan ini antara lain dikembangkan oleh Greg Poulgrain ( The Genesis of Confrontation: Malaysia, Brunei and Indonesia, 1945-1965).
6.      pandangan yang beranggapan bahwa pelaku G 30 S tidak tunggal. Pandangan ini juga masih beragam; antara lain; yaitu yang beranggapan bahwa ada konspirasi antara kekuatan AD dengan kekuatan asing, khususnya Amerika dan Inggris. Anggapan ini antara lain dikembangkan oleh Harsutejo (G 30 S Sejarah yang digelapkan Tangan berdarah CIA dan Rejim Suharto), Di samping itu juga ada yang beranggapan bahwa peristiwa G 30 S adalah konspirasi antara Presiden Sukarno, PKI dan RRC sebagaimana yang kembangkan oleh Victor M. .Fic (Kudeta 1 Oktober 1965, Sebuah Studi tentang Konspirasi). Sementara juga ada yang beranggapan bahwa pelaku dari G 30 S adalah perpaduan antara pimpinan PKI yang keblinger, kecerdikan subversi nekolim dan adanya oknum-oknum yang tidak bera. Pandangan ini antara lain dikemukakan oleh Presiden Sukarno (Pelengkap Nawaksara
Dari uraian singkat di atas, kita bisa melihat bahwa ternyata memang tidak mudah untuk bisa menentukan dengan pasti siapa dibalik G30S. Setiap kesimpulan yang dibuat akan dibantah oleh yang lain sehingga tidak akan ada kesimpulan yang diterima oleh semua pihak. Setiap orang mempunyai kesimpulan sesuai pengalaman dan keyakinan masing-masing yang sifatnya individual.

6. Dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat
a. Sosial
Menanggapi peristiwa G 30 S PKI presiden Soekarno bersikap kurang tegas sehingga menimbulkan reaksi dari rakyat terutama kalangan amahsiswa dan pelajar yang mendapat dukungan ABRI.
Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-
orang PKI atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang relatif banyak.
b. Ekonomi
Terjadinya kondisi harga barang-barang naik dan terjadi inflasi sangat tinggi bahkan melebihi 600% setahun.
Upaya mengatasi inflasi :
• Mengadakan devaluasi rupiah lama menjadi rupiah baru, dari Rp 1000
menjadi Rp 100 uang baru.
• Menaikkan harga bahan bakar menjadi empat kali lipat sejak 1 Januari 1966
yang mengakibatkan naiknya harga-harga barang secar tidak terkendali
c. Dampak Politik
Munculnya gelombang aksi menentang ketidak tegasan Presiden Soekarno tentang peristiwa G 30 S PKI terutama dari kalangan mahasiswa dan pelajar misalnya KAMI, KAPPI,KAPI, KAWI, KABI yang kemudian mengeluarkan tuntutan yang dikenal dengan TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) pada 10 Januari 1966 yang berisi :
a. Pembubaran PKI
b. Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI
c. Penurunan harga-harga (perbaikan ekonomi)
Dalam usaha menuntut TRITURA telah gugur seorang mahasiswa Arief Rahman Hakim yang tertembus peluru pengawal kepresidenan. Reaksi presiden terhadap aksi-aksi demo menentang dirinya adalah membubarkan KAMI pada 25 Februari 1966. pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden memimpin sidang kabinet yang membahas kemelut politik saat itu. Namun presiden buru-buru pergi ke Bogor karena ada informasi di sekitar istana terdapat pasukan-pasukan liar.
Tindakan Presiden ini mengundang tanggapan dari 3 perewira TNI AD yaitu :
• Mayor Jenderal Basuki Rahmat
• Brigadir Jenderal M. Yusuf
• Brigadir Jenderal Amir Mahmud
Yang menyusul ke Bogor dengan membawa pesan dari Jenderal Soeharto bahwa Soeharto siap mengatasi keadaan kalau presiden memberi kepercayaan padanya. Sehingga presiden kemudian memerintahkan ketiga jenderal dan Komandan resimen Cakrabirawa BrigJen Sabur untuk membuat konsep surat perintah kepada Jenderal Soeharto yang kemudian dikenal dengan nama Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR) dalam TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 yang intinya berisi :
Memerintahkan kepada Letnan Jenderal Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta stabilitas jalannya pemerintahn dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden.
Langkah selanjutnya adalah Letjen Soeharto membubarkan PKI dan Ormas-ormasnya sebagai partai terlarang di seluruh Indonesia pada 12 Maret 1966 ditetapkan dalam TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966.
Dampak sosial politik dari G 30 S/PKI.
a. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
b. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di
Indonesia.
c. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
1.1  Peranan Internasional Dalam Membantu Penyelesaian Konflik Indonesia – Belanda
a.      Peranan Perserikatan Bangsa Bangsa
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjys8nWP84xV-73WdYpkOHVFb5aITE5BGaq1EjC_W1C7IvoLO2OTCwA0wiFKYD_d2OziN9KErZdOFrgoo9MJe0CcBbpzS98qyg1lWbZQ3k1jUPAYl7GlmAvBEVjeineKKkLHhccPgIGlAg/s200/markas+besar+PBB+di+New+York.jpg
Inilah gedung yang menjadi Markas Besar PBB di New York.
PBB mempunyai peranan yang besar dalam menyelesaikan pertikaian Indonesia Belanda setelah proklamasi kemerdekaan.
Sumber : Atlas Sejarah Dunia

Peranan PBB dalam ikut menyelesaikan pertikaian Indonesia dengan Belanda diwujudkan dengan dibentuknya Badan Perdamaian yang bertugas menengahi perselisihan dan menjadi mediator dalam perundingan perdamaian Indonesia Belanda. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia setelah proklamasi tercatat ebeberapa badan Perdamaian yang dibentuk PBB untuk Indonesia adalah :
1.      Komisi Jasa Baik (Komisi Tiga Negara)
Lembaga ini dibentuk pada tanggal 25 Agustus 1947 sebagai reaksi PBB terhadap Agresi      Militer Belanda I. Lembaga ini beranggotakan 3 negara :
1)      Australia (dipilih oleh Indonesia)            : Richard Kirby
2)      Belgia (dipilih oleh Belanda)                  : Paul Van Zealand
3)      Amerika Serikat (pihak netral)                : dr. Frank Graham
           Badan ini berperan dalam :
a)      mengawasi secara langsung penghentian temabak menenmbak sesuai resolusi Dewan Keamanan PBB
b)      memasang patok-patok wilayah status quo yg dibantu oleh TNI
c)      mempertemukan kembali Indonesia Belanda dalam Perundingan Renville.
2.      UNCI (United Nations Commisions for Indonesia)
Badan perdamaian ini dibentuk pada tanggfal 28 Januari 1949 untuk menggantikan Komisi Tiga Negara yang dianggap gagal mendamaikan Indonesia – Belanda (Belanda kembali melakukan Agresi Militer setelah P. Renville)
Peranan UNCI adalah :
a)      mengadakan Perundingan Roem Royen (7 Mei 1949)
b)      mengadakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda

b.      Peranan Negara Negara Lain
1)      Konferensi Asia di New Delhi (20 – 25 Januari 1949)
Konferensi ini terselenggara atas prakarsa PM India Jawaharlal Nehru dan PM Burma (sekarang Myanmar) U Aung San, sebagai bentuk dukungan kepada Indonesia setelah terjadinya Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta. Konferensi berhasil mendesak PBB untuk mengambil langkah tegas atas tindakan Belanda yang melanggar kedaulatan Republik Indonesia.
2)      Pengakuan Kedaulatan RI
Walaupun bukan sayarat utama aberdirinya sebuah Negara, pengakuan nefgara lain sangat penting bagi eksistensi sebuah Negara dalam pergaulan internasional.
a)      Pengakuan atas kemerdekaan Indonesia pertama kali dari Mesir (14 Juli 1947) disusul kemudian oleh Negara-negara Timur Tengah yang lain. Pengakuan ini atas kerja keras Menteri Luar negeri H. Agus Salim yang mengadakan kunjungan ke Negara Negara Timur Tengah.
b)      Amerika Serikat dan Inggris walaupun secara de facto juga mengakui kedaulatan RI pada tahun 1947
c)      Australia merupakan salah satu pendukung utama RI pada masa-masa mempertahankana kemerdekaan. Australia juga berpartisipasia dalam Konferensi New Delhi.

1.2  Perjuangan Diplomasi Dalam Mempertahankan Kemerdekaan

a.      Perundingan Linggarjati (25 Maret 1947)
Perundingan dilakukan antara RI (diwakili PM. Sutan Sjahrir) dengan Belanda (Prof. Schermerhorn) dengan penengah Lord Killearn (Inggris). Hasil perundingan :
1)      Belanda mengakui secara de facto wilayah RI atas Jawa, Madura dan Sumatera
2)      Belanda-RI setuju untuk membentuk sebuah Negara Indonesia Serikat
3)      Belanda dan NIS akan membentuk Uni Indonesia Beanda dengan Ratu Belanda sebagai Kepala Uni
Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda mengingkari P. Lingarjati dengan melakukan Agresi Militer I. Tindakan ini menimbulkan reaksi internasional dan PBB membentuk Komisi Tiga Negara.
b.      Perundingan Renville
Perundingan di prakarsai oleh Komisi Tiga Negara. Dari RI diwakili oleh PM Aamir Sayarifusin dan Belanda diwakili oleh Abdul Kadir Widjojoadmodjo (BFO/Bijeenkomst Foor Federal Overlaag = Organisasi Negara-Negara Boneka bentukan Belanda). Perundingan diadakan diatas geladak Kapal USS Renville milik AS yang sedang berlabuh di Tanjung Priok.
Hasil perundingan :
1)      diadakan persetujuan gencatan senjata
2)      disetujui garis demarkasi yangf memisahkan RI dengan kekuasaan Belanda
3)      TNI harus ditarik dari daerah kantong (milik Belanda) ke daerah RI di Yogyakarta
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhW8h6Pj1SHwWm_BatKNFToa-euMdDsTaWBYSFTRObVTHZLpY1rAMleiJxSfMlGhq3QWPQh5LQPVrjihTGDj0QNQeeC2_2nVpuOi-iG_dXObm70GYfhzsoVqg6JHQxRbM18vIP3djdgX7I/s320/LONG+MARCH+DIVISI+SILIWANGI.jpg
Peta perjalanan Long March Divisi SIliwangi dari Bandung ke Yopgyakarta
Sumber : 30 Th Indonesia Merdeka
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlmW0Pvo1RPuieLxIWXzTI9PmE2NVpA80Rpmmrex_Qp4DUt8kIcB-S5EpNt7jYMY48_bXRPf_tvE2Xd2HqiB1kEqTgGZz2xbnS28Ij5Ekz4PCcoLbmkD4yKoYoGAQrx9pvOZc3Mx1HGH4/s320/PASUKAN+SILIWANGI+MASUK+YOGYA.jpg
Beginilah suasana pasukan Siliwangi dalam perjalanan dari Bandung ke Yogyakarta
Sumber : 30 Th. Indonesia merdeka
Dampak dari kesepakatan tersebut, wilayah RI tinggal : Medan, Padang dan Yogyakarta dan ibu kota RI dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta.
Pengalaman P. Linggarjati kembali terulang, pada tanggal 19 Desember 1948 Berlanda kembali melakukan Aagresi Militer II di Yogyakarta. Presiden Saoekarno dan Wakil presiden Moh. Hatta berhasil ditangkap dan diasingkan. Jenderal Sudirman yang sedang sakit parah mengeluarkan Surat perintah Perang gerilya dan keluar dari Yogyakarta. Yogyakarta berhasil diduduki oleh Belanda dan dianggap sebagai kehancuran RI.  Pada dunia internasional Belanda mengumumkan bahwa RI sudah tidak ada  dan TNI sudah tidak mempunyai kekuatan lagi. Benarkah demikian ?
Ternyata semua propaganda Belanda tentang RI tidak didukung oleh fakta yang ada. Belanda tidak mengetahui bahwa sebelum Agresi Militer II atas Yogyakarta, telah terjadi peristiwa politik yang sangat pemnting bagi kelangsungan RI.
1.      Sebelum agresi, Presiden Soekarno sudah mengirimkan mandat kepada Mr. Syafrudin prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Bahkan apabila PDRI di Bukit Tinggi diserang Belanda, Presiden memberi kuasa kepada Duta Besar RI di Halaban, New Delhi India untuk membentuk Pemerintahan RI di Pengasingan.
Ini bukti nyata bahwa RI masih ada, dan propaganda Belanda bahwa RI sudah tidak ada tidaklah benar.
2.      Saat agresi terjadi Jenderal Sudirman segera memutuskan bahwa untuk menghadapi Belanda tidak mungkin secara frontal tetapi harus dengan taktik yang lebih jitu, yaitu Perang Gerilya dan memberi kebebasan kepada para komandan pasukan untuk meklakukan serangan serangan kepada pasukan Belanada tanpa harus menunggu komando Panglima Besar. Dalam kondisi sakit paru-paru yang parah Jenderal Sudirman bergerilya keluar Yogyakarta.







Jenderal Sudirman (dalam tandu) bersama Pasukan TNI berangkat bergerilya.
Sumber : 30 Th Indonesia Merdeka

                   Rute Gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman
Sumber : atlas sejarah Indonesia
Berlandaskan Surat Perintah tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan Surat Perintah Siasat No 1 dan dikoordinasikan oleh Letnan Kolonel Soeharto (komandan Werkhreise IX bersama dengan komandan Werkhreise yang lain untuk melakukan serangan serentak pada tanggal 1 maret 1949 pukul 06.00 WIB. Serangan yang dinamakan “Serangan Umum 1 Maret 1949”  berhasil menguasai Yogyakarta selama 6 jam.
Dampak peristiwa ini sangat luar biasa, karena menjadi bukti bahwa :
1.      da-                              -   membangkitkan kembali semangat juang TNI dan rakyat Indonesia
2.      da                               -   membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI masih mempunyai kekuatan dan propaganda Belanda hanyalah isapan jempol belaka.
3.      PBB  segera membentuk UNCI untuk menggantikan KTN dan memerintahkan Belanda untuk membebaskan para pemimpin RI yang diasingkan.

c.       Perundingan Roem Royen
Dengan perantara UNCI diadakan perundingan RI – Belanda pada tanggal 7 Mei 1949. Delegasi RI dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, Belanda diwakili oleh dr. Van Royen. Perundingan ini membuka jalan bagi dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

d.      Konferensi Inter Indonesia
Untuk memantapkan langkah RI dalam menghadapi Belanda di KMB pada tanggal 19 Juli 1949 RI mengadakan pendekatan dan koordinasi dengan BFO (Bijeenkomst Foor Federal Overlaag). Hasil terpewnting dalam pertemuan ini adalah RI dan BFO sepakat untuk bersama sama menghadapi Belanda dalam KMB.

e.      Round Table Conference (Konferensi Meja Bundar) 22 Agustus – 2 Nopember 1949
- Delegasi RI                : Moh. Hatta
- Delegasi Belanda        : Van Maarseven
- UNCI                        : Chritley dari Australia
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXc29mnvZ5mmEDF90Ffc8N_aojZeY61VQE7YDzbiA2ytTbatYxpQBBHjMbBjN6D_At-dffNF_0y9cOIw_spKxb80BHZ5HHMaOmbiZsOKMSxBZgXuF_J2pHnS5qfgn5IgfnPTm0HtiZAa0/s200/KONFERENSI+MEJA+BUNDAR.JPG

Suasana Round Table Conference di Den Haag Belanda
Sumber : 30 Th Indonesia Medeka
Hasil KMB antara lain :
1.      Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Negara RIS paling lambat akhir Desember        1949
2.      Penyelesaian masalah Irian Barat ditunda 1 tahun setelah penyerahan kedaulatan.
Sebagai tindak lanjut dari KMB, maka pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan upoacara penyerahan kedaulatan di 3 tempat secara bersamaan, yaitu :
Den haag (Belanda)
penyerahan kedaulatan dari Ratu Yuliana kepada Drs. Moh. Hatta selaku wakil pemerintah RIS.
 Jakarta
                                               Penmyerahan kedaulatan dari wakil pemerintah Belanda H.J. Lovink kepada wakil pemerintah RI Sri Sultan Hamengku Buwono IX
3) di Yogyakarta  penyerahan mandat dari Ir. Soekarno selaku Poresiden RIS kepada Mr. Asaat selaku Pejabat Sementara Presiden RI
Sejak tanggal 27 Desember 1949 terbentuklah pemerintahan RIS yang terdiri dari 17 Negara bagian (salah satunya adalah RI di Yogyakarta) dan beribu kota di Jakarta, serta menggunakana Konstitusi RIS 1949. Sedangkan RI di Yogyakarta tetap menggunakan UUD 1945.

 


KEADAAN EKONOMI KEUANGAN PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
  • Inflasi yang sangat tinggi
Disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 milyar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6 milyar. Jumlah itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di Indonesia dan menguasai bank-bank.
Dari bank-bank itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 milyar untuk keperluan operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat inflasi ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru.
Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946 Pemerintah RI, juga melakukan hal yang sama yaitu mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang. Untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Bank Negara ini semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.
  • Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
Blokade laut ini dimulai pada bulan November 1945 ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI. Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade ini adalah:
  1. Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
  2. Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
  3. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
  • Kas negara kosong.
  • Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
  • Tanah pertanian rusak
  1. Tenaga kerja dijadikan romusha
  2. Tanah pertanian ditanami tanaman keras
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
  • Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
  • Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India seberat 500000 ton, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
  • Konferensi ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
  • Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
  • Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 yaitu mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
  • Pada tanggal 19 Januari 1947 dibentuk Planing Board (badan perancang ekonomi yang bertugas untuk membuat rencana pembangunan ekonomi jangka waktu 2 sampai tiga tahun). Kemudian IJ Kasimo sebagai menteri Persediaan Makanan Rakyat menghasilkan rencana produksi lima tahun yang dikenal dengan nama Kasimo Plan, yang isinya
  • Memperbanyak kebun bibit dan padi unggul
  • Pencegahan penyembelihan hewan pertanian
  • Penanaman kembali tanah kosong
  • Pemindahan penduduk (transmigrasi) 20 juta jiwa dari Jawa ke Sumatera dalam jangka waktu 1-15 tahun.

Demokrasi Terpimpin

Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.

Gunting Syafruddin

Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.

Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Djojohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya adalah:
  • Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
  • Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
  • Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
  • Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
  • Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
  • Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
  • Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
  • Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
  • Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
  • Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.

Nasionalisasi De Javasche Bank

Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.

Sistem Ekonomi Ali-Baba

Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (menteri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah:
  • Untuk memajukan pengusaha pribumi.
  • Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
  • Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
  • Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina. Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
  • Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
  • Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
  • Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)

Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:
  • Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
  • Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
  • Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.